Sering kulihat Bapak Tua itu berada
di shaf belakang, belakang sekali, hampir berada di pojok dekat tangga. Rambutnya
sudah sangat putih, badannya juga terlihat renta. Ia terduduk di atas kursi
roda, terdiam, sesekali menunduk. Ada rasa gembira di hatinya tiap jum’at. Ya,
sholat jum’at adalah saat dia berjamaah, bersama puluhan kaum mu’min lainnya. Dengan
segenap keberdayaannya ia hadir.
Aura
ketawadhu’annya terpancar mengkilat. Sudah 120 tahun ia hidup, menyandingkan
dzikir dan khilaf dengan bijak. Masjid yang mubarokah nan teduh ini adalah
bukti keikhlasan yang tiada tara. Bukti bahwa merumahi banyak hati beriman
lebih afdhol daripada sekedar merumahi diri.
Meskipun
namanya saja baru kutau, semoga kalimat tarji’ dan sejumput fatihah ini dapat
mengiringnya ke alam Barzah dengan khusnul khotimah.
Teruntuk
Bapak Tua itu, mbah Ahmad (120 tahun). Meninggal Jum’at, 7 Romadhon 1433 H
No comments:
Post a Comment