Pagi-pagi Lungsur sudah tergopoh-gopoh datang ke rumah Dampit.
“kamu kenapa Sur, pagi-pagi sudah seperti orang kemalaman?”
“bahaya prof, ini bahaya sekali. Kawanku itu, si Sumar, sudah
berani-beraninya nyerobot baginda Roqib-Atid”
“lha memang ada apa to, Sur?”
“begini prof, si Sumar itu kan orangnya rajin ibadah, bahkan sering
jadi muadzin di masjid. Dia juga ramah, suka bertegur sapa dengan warga. Tetapi
bisa dikatakan dia itu orang kurang mampu di kampungnya, untuk makan
sehari-hari saja dia sering kekurangan, belum lagi 5 orang anak dan seorang
istri yang masih kecil-kecil yang harus dipenuhi kebutuhannya, meskipun
alhamdulillahnya dia masih bisa narik becak di pasar, tapi tetap saja masih
kekurangan.”
“alhamdulillah kebetulan sekali, dia sedang buka lowongan untuk
asisten tukang becak ndak?, saya berminat Sur.” Dampit tiba-tiba memotong.
“lho, anda kan lulusan sarjana, kok malah pengen jadi tukang
becak?”
“memangnya kenapa?, apa sarjana itu harus kerja di kantor, jadi
pejabat. Kamu kira sarjana tidak boleh jadi tukang becak, atau tukang becak
tidak boleh sarjana. Kamu kira pegawai kantoran lebih bekerja keras dari tukang
becak, kamu kira tukang becak itu tidak lebih mulia dari pegawai kantoran.
Sarjana itu karir akademik, sedangkan tukang becak itu karir profesional. Nah,
sistem pendidikan itu tidak memilihkan kita pada bidang pekerjaan tertentu,
tapi lebih kepada memberikan peluang dan kesempatan untuk mengerti suatu bidang
keilmuan yang berguna pada bidang pekerjaan tertentu. Lagi pula, tukang becak
itu memiliki potensi korupsi jauh lebih kecil dibandingkan jadi pegawai
kantoran. Daripada kamu yang pengangguran dan gengsi pada pekerjaan-pekerjaan
yang kamu anggap tidak etis dan estetis.”
“hehe, saya ini mau curhat, kok malah anda yang curhat”
“hehe, jadi bagaimana tadi?”
“ya itu, karena sudah kepepet kebutuhan, tempo hari Sumar nekat
mencuri sebuah spion mobil di pasar, dan dia bilang itu malah berpahala.”
“jangan-jangan dia sudah ngintip bukunya baginda Roqib ya?”
“begini prof, katanya mencuri spion itu kan termasuk sebuah
dosa, ketika hendak mencuri sepasang spion itu, Sumar lantas berpikir, kasihan
yang punya mobil kalau sepasang spionnya diambil, nanti dia bisa celaka ketika
berkendara. Makanya, dia akhirnya hanya ambil satu spion saja. Nah, menurut
perhitungan dia, mencuri sepasang spion mobil itu adalah sebuah dosa, karena
yang dia ambil hanya satu, jadi dosanya hanya setengah, belum lagi dia menolong
orang yang punya mobil untuk terhindar dari kecelakaan dengan masih menyisakan
satu spion. Dia bilang itu satu pahala, seperti halnya menyingkirkan duri dari
jalan agar menghindarkan orang dari kecelakaan. Jadi kalau ditotal, kira-kira
dia malah dapat setengah pahala prof, begitu katanya”
“Tuhan itu memang akan menghisab (menghitung) segala sesuatu
yang dikerjakan makhlukNya, tapi jangan dikira matematika hitunganNya Alloh itu
sesederhana matematikanya makhluk, diferensial, integral itu bukan apa-apa
baginya, teori-teori rumit matematika manusia itu tidak sama sekali berada pada
level atau kapasitasNya. Kalau kebanyakan teori sains mendekati konklusi dengan
banyak asumsi dan pengabaian, jangan kira matematikaNya bermain asumsi, tidak
ada pengabaian sekecil apapun bagiNya. Bahkan bisa jadi hitunganNya itu
memiliki konstanta-konstanta yang variatif dan fleksibel yang mungkin jauh
lebih banyak jumlahnya dibanding variabel itu sendiri. Maka, jangan dikira juga
kalau kamu shodaqoh satu, berharap akan dikembalikan seribu, bisa jadi malah
bernilai nol bahkan menjadi duabelas ribu. Ada banyak konstanta, kadar
keikhlasan, presentase ridhoNya, kualitas iman, dan banyak lagi yang
menyebabkan nilai itu menjadi tak tertebak.”
“aduuuh, penjelasan matematika anda saja suda bikin saya pusing.
Nanti saya kasih tau dia saja lah supaya dia menghitung yang bernilai dosa
saja, dari pada ke’pede’ sudah berpahala.” Lungsur pergi begitu saja sambil
garuk-garuk kepala.
“jangan lupa tanyakan lowongan asisten tukang becak ya!!”teriak
Dampit dari belakang.