Posoku Bolong Kabeh
(Puasaku Bolong Semua)
Andai saja kanjeng Nabi tidak bergembira pada malam ini. Mungkin aku lebih memilih untuk bersedih, menyepi sendiri, mengungkung diri lalu menangis sejadi-jadinya.
Andai saja Al Mustofa Muhammad tidak mengumandangkan takbir malam ini. Mungkin aku akan lebih menggemakan istighfar. Lirih, pelan tapi bergemuruh dalam kalbu.
Siapa yg sanggup bergembira kalau sebulanmu kemarin hanyalah foya-foya. Satu-satunya ibadah yg aku mantapi perlakuannya hanyalah sahur dan berbuka. Oya, dan juga tidur. Boleh kah?
Puasaku masih penuh dengan pergunjingan, liar mata dan lisan. Nyatanya, diriku tak sanggup menahan diri dari apapun.
Alloh, sungguh piala piala kemenanganmu tak pantas atasku. Bagaimana mau disebut kemenangan, kalau aku tak berjuang untuk mengalahkan apapun.
"Selamat hari kekalahan", bisik emping lebaran di hadapanku.
TaqobbalaLlohu minnii. Gusti, sebetulnya mana berani aku memintaMu menerima amalanku, lha wong tak ada amalan apapun kuperbuat.
Anggaplah puasaku bolong semua. Cukupkah sebelas bulan menggantinya?.
Anggaplah puasaku bolong semua, tak perlu 'anggap' memang itulah adanya.
Anggaplah puasaku bolong semua. Ataupun sempurna semua, tak ada efeknya bagi Engkau Al Wasi'.
Hari fitri memang, tapi justru ini hari dimana blepotan dan carut marut dalam diriku tampak. Biarlah kotor, biarlah lusuh. Pekerjaanku memang mencuci, tak menjadi bersih pun tak apa, tetap kotor pun tak apa.
"Inni kuntu min ad dholimin", bagi para nabi ini rayuan. Bagiku ini pernyataan, nyata.
Allohu akbar...Allohu akbar..
(Dalam hati ia bersimpuh ampun)
Selamat Hari Raya Fitri
(Sebetulnya, ia sedang berduka akan keselamatan dirinya sendiri)
-Monolog Lungsur pada gelap-gelap takbir-
*juli 2016
No comments:
Post a Comment