Thursday, December 19, 2013

Kebalikannya kebalik


Apa yang kamu lihat sebagai kebalikan adalah keterbalikanmu sendiri.
Kusadari bahwa jauh lebih menyemesta, manusia memang diposisikan untuk terbolak-balik. 
Lantas, ada dua fenomena yang harus dikunyah sebagai problema.

Satu, kesadaran akan kebolak-balikan itu

Dua, pemahaman tentang keterbalikan yang sebaiknya dipahami, sehingga tidak lagi dirasa sebagai keterbalikan.

Sunday, December 15, 2013

Jarak I


Bolehkah ku marah, pada senja yang kembali terulang, pada hari yang akan beranjak untuk yang kesekian. Seperti halnya untuk kesekian kali aku menggerutu pada kilometer yang begitu jauh. Aku terlalu tak bernyali untuk menempatkan jarak pada jalan. Jarak itu begitu jelas, sedangkan keraguan begitu mengekor jalan. 

Terkadang, aku suka berharap bertemu Einstein, ku ingin bilang. 
"Tak bisa kah kamu merelatifkan jarak saja". Supaya tak ada lagi rindu yang menggebu, supaya tak ada lagi rindu yang harus didaur ulang karena berserak dimana saja. 

Senja suda semakin menuju jam tujuh, seperti halnya rinduku yang semakin tak peduli waktu.

Wednesday, November 27, 2013

Keseimbangan Sunnah


Apa yang didapati dari keseimbangan?
Proses ketidakberimbangan
Apa yang muncul dari ketidakberimbangan?
Usaha mencapai keseimbangan

Ya, itulah yang disebut 'semacam' keseimbangan. 

Bagaimana aku bisa meributkan gaya takbiratul ihram kalau tanganpun aku tak punya, bagaimana aku mau berdebat tentang jari-jari tahiyat kalau jari itupun aku tak punya,

Apakah aku kehilangan sunnah?
Justru kamu ajarkan padaku tentang sunnatuLloh.

Tuesday, November 26, 2013

Dimensi Kesadaran


Aku merasakan sebuah dimensi baru dari semesta. Kemampuan manusia dalam eksplorasi galaksi, usaha mereka membangun ekspektasi kehidupan di Jagad Raya. 

Ku rasa perlahan akan menuntun mereka pada dimensi baru, ya, Dimensi Kesadaran, dimensi yang justru membantu membangun ruang dan waktu sebagai dimensi, dimensi yang tidak sejauh ribuan bintang, dimensi yang selama ini tersimpan rapi dalam jasad ruhiyah manusia.

Sunday, November 10, 2013

Pola Tercelup


Pada langkah yang terkadang digelincirkanNya hingga sampai 'tepat' pada tempat itu, 
pada matahari yang diciptakanNya pada waktu lama yang lalu lantas digerakkanNya hingga 'tepat' pada suatu derajat di waktu itu, 

pada capungNya yang lantas dicelupkanNya pada ekornya saja dan itupun karena hasil ulahNya yang dengan sedikit menggoda menggoyang batang-batang padi yang tak sempurna dipijak 'tepat' di posisi itu, 

pada si kecil yang dibuatNya sesekali merengek sehingga ada detik-detik yang diatur sehingga menjadi 'tepat' di saat itu.


Dia tunjukkan sebuah pola, Dia tunjukkan kesederhanaan pada keindahan bilik-bilik ciptaanNya

Dia bekerja pada ketepatan ruang dan waktu, dan ketepatan itu tidak hanya atasku atau atasmu tapi atas kompleksitas kita, semesta raya.

Friday, November 1, 2013

Alasan Estetik


Pada sebuah pematang sawah yang merekah, ada langkah yang harus terangkat, juga sapaan padi pada pagi.

Apa yang menjadi sebab embun tercipta?
Mekanisme alamiah, juga tentu ilmiah

Apa yang menjadi sebab embun dicipta?
Estetika

Munculkanlah alasan-alasan estetik atas penciptaan renik-renik semesta. Lantas, ketahuilah bahwa tidak hanya hati dan akalmu yang akan merasa, perlahan, jika kamu sadari, ada senyum yang diam-diam berucap salam.

Saturday, October 26, 2013

Kertas Sudah Penuh Kata


Manusia lahir itu (tidak) seperti sebuah kertas putih. Maka selama hidup dia (tidak) akan membuatnya menjadi indah dengan tulisan-tulisan kata, menjadi berwana dengan beragam tinta.

Carilah Cahaya. Lihat dan sadarilah, bahwa kertasmu sudah penuh kata, tintanya suda bercorak beragam rupa.

Thursday, October 24, 2013

Diferensiasi Bayang


Selimuti wajahmu dengan bayang, lalu berjalanlah perlahan, perlahan sekali. Rasakanlah, sadarilah bahwa sesungguhnya diferensiasi gelombang sedang mencoba mengenalimu.

Lantas apa yang aku peroleh?
Tak ada....

Lantas kenapa kalau tak ada?
---
Sepertinya kebermaknaan sudah tak perlu lagi dimaknai.

Monday, October 21, 2013

Sebatas Hamparan Gambar


Hadirkan mereka pada sawah yang terbentang
Perlihatkan mereka pada gunung dan sungaiNya

Maka mereka akan rasakan panas matahari yang menyentuh kulitnya, suara 'krik krik' yang tak bisa kita dimensikan, udara yang sejuk lagi -insyaALloh- menyehatkan, silau matahari yang me'riyep-riyep'kan matanya. 

Ada banyak hal yang tak bisa dimunculkan pada selembar gambar, pada beberapa menit gerakan video.

Saturday, October 19, 2013

Bisa Jadi


Manusia berjalan pada kejadian-kejadian, kebisa-jadi-kebisa-jadian. Apa yang anda rasakan ketika mata terpejam, adalah telinga yang semakin kuat mendengar. Apa yang anda rasakan ketika telinga terdiam, adalah mata yang semakin melihat tajam. Lantas bagaimana rasanya ketika mata dan telinga akhirnya padam, adalah dialektika pada ketiadaan rasa. 
Perkenankan kukembalikan rasa ini padaMu.

Sunday, October 13, 2013

Manis Kemanusiaan






Lungsur yang tiap hari bekerja sebagai pengangguran memang kerap kali terlihat sibuk. Siang ini dia dapat kiriman Es dawet dari Bu Sumarno yang telah dibantunya memperbaiki genteng rumahnya yang bocor. Dampit yang sedari tadi memang sudah di gardu. Akhirnya dapat ikut kebagian juga.

“Silakan mas Lungsur, mas Dampit. Ini ada es dawet buatan saya sendiri” Ujar Bu Sumarno dengan bibir bergincu merah khasnya.

“Terima kasih, Bu” sahut mereka berdua
Mereka tampak menikmati dawet Bu Sumarno, hingga tak ada suara yang keluar sampai Dampit berucap

“Sur, apa rasa gula?”

“Manis”

“Manis itu apa?”

“Ya, manis, ya seperti rasa gula, seperti juga dawet ini”

“Lho, kamu jelaskannya jangan pakai seperti-seperti. Jelaskan saja secara objektif dan deskriptif. Kalau seperti rasa gula, itu kan rasa ‘kemanusiaan’, belum tentu rasanya sama seperti yang dirasakan semut, atau lebah, atau bahkan lidah buaya ini. Meskipun yang dicicip sama-sama gula”

Tak banyak yang bisa menjelaskan dengan lebih detail apa itu manis, selain dikaitkan dengan gula.

Kamus Oxford mengatakan, manis (sweet) sebagai tasting like sugar. Kamus bahasa indonesia mengatakannya sebagai rasanya seperti rasa gula. Bahkan buku kimia pun hanya menjelaskan mekanisme saja.

Semua orang paham tentang manis, dan disepakati rasa manis itu ya seperti itu, yang muncul seperti kita makan gula. Begitu membingungkan memang ketika sebuah kemengertian yang dipahami bersama, diketahui banyak orang, justru malah tidak mampu dijelaskan secara objektif.

“Sekarang coba kamu baui bunga mawar itu” suruh Dampit pada Lungsur yang segera bergegas ke samping gardu yang memang ditanami mawar

“Bagaimana baunya” tanya Dampit

“Ya, wangi lah Prof” jawab Lungsur

“Ya memang wangi, apa wangi mawar sama dengan melati?”

“Beda”

“Oke, sekarang coba jelaskan yang bau mawar”

“ya, seperti itu”

“hehe”

“Begitulah sur, ketika orang ditanya tentang wangi mawar. Penjelasan paling panjang bisa jadi hanyalah sederet kata-kata puitis yang entah apa maksudnya.”

“Maka, bisa jadi inilah kenapa Tuhan menciptakan indera. Ada banyak hal yang jangan dipaksakan untuk dijelaskan, ada banyak hal yang sebaiknya persilakan saja kepada indera untuk menjelaskan”.  
“Prof, Esnya dingin ya”
----------

Ladang Arofah, 14 Oktober 2013

Saturday, October 12, 2013

Cerita Rancu


Diam-diam kamu menjadi perupa, segala apa kamu jadikan intepretasi sederhana. 
Ada kabut yang mengaburkan hangat, ada kabur yang semakin lama menjadi mengabut. 

Terima kasih sudah menjadi sepi, terima kasih suda mengisahkan banyak cerita tentang kita, tentang diam yang menjadi semakin bermakna, tentang jeda yang membuat rancu menjadi 'aku tau'. Sampaikan salamku pada cinta, yang darinya muncul rasa yang tak pernah terupa - seperti juga aku.

Saturday, October 5, 2013

Jeda Mudik

Sholat adalah waktu jeda, untuk kembali merenung, kembali berdzikir, mengumpulkan kembali ketidakpaduan dunia akhirat. Sholat adalah beberapa menit waktu diam, ditengah tingkah laku yang kesana kemari. 

Seperti halnya diamnya buang hajat yang katanya banyak menghasilkan karya. Seperti halnya kesunyian yang membawa ketenangan.

Mudik sangatlah identik dengan perjalanan. Dan perjalanan itu tentu juga tentang menemani waktu hingga sampai ke tempat tujuan, tentang banyaknya waktu untuk duduk diam dan tidak bertingkah. Perjalanan adalah sebuah kesempatan (ruang dan waktu) untuk berdzikir dan merenung. Bukan lagi dalam beberapa menit, karena menit yang itu sudah beranak pinak menjadi jam, bahkan hari. Berapa banyak hamdalah yang akan tertabung, berapa banyak sholawat yang akan terkonversi, berapa banyak keduniaan dan keakhiratan yang bisa disatupadukan. Maka, perjalanan bukanlah hanya bertujuan selamat, tapi juga merupakan piranti keselamatan, insyaAlloh dunia akhirat. 

Semoga perjalanan anda menyelamatkan anda.

Wednesday, October 2, 2013

Tambang Emas Jogja


Suatu hari, dalam sebuah perjalanan susur sungai. Beberapa orang sedang terduduk santai di tepi sungai, bapak-bapak itu memang sedang rehat, beberapa lagi bahkan terlihat baru datang. 
Ada apa gerang mereka beraktifitas di sungai nan sepi ini, yang terlihat hanya sampah-sampah yang tersangkut dan mungkin sangat sedikit ikan kecil. 

"lagi nyari emas mas", begitu jawabnya ketika kami tanya aktifitasnya. 

weeelaaa, hati kami berontak. Ya, mereka memang mencari emas, kalung dan perhiasan yang diperjalankan olehNya lewat sungai-sungai itu. Berbicara sungai, tentu kita berbicara level, atau ketinggian, mengalirnya air sungai pun terjadi karena beda ketinggian. Pengaharapan mereka tentu tertuju pada segala sesuatu yang terjadi di ketinggian sana, karena hakikatnya hidup adalah pengharapan atas Yang Maha Tinggi.

Jogja memang tidak punya tambang emas, tapi bapak-bapak itu adalah para pendulang emas. Emas itu adalah emas-emas yang dikirimkan Alloh lewat tangan-tangan yang dilalaikan, lewat keteledoran-keteledoran manusia yang diskenariokanNya.

Suatu hari kami kehilangan sebuah barang, kami pun sepakat berucap "Alhamdulillah, semoga kehilangan ini menjadi jalan rejeki bagi hambaMu yang bertaqwa"

Monday, July 8, 2013

Dosa yang berpahala




Pagi-pagi Lungsur sudah tergopoh-gopoh datang ke rumah Dampit.

“kamu kenapa Sur, pagi-pagi sudah seperti orang kemalaman?”

“bahaya prof, ini bahaya sekali. Kawanku itu, si Sumar, sudah berani-beraninya nyerobot baginda Roqib-Atid”

“lha memang ada apa to, Sur?”

“begini prof, si Sumar itu kan orangnya rajin ibadah, bahkan sering jadi muadzin di masjid. Dia juga ramah, suka bertegur sapa dengan warga. Tetapi bisa dikatakan dia itu orang kurang mampu di kampungnya, untuk makan sehari-hari saja dia sering kekurangan, belum lagi 5 orang anak dan seorang istri yang masih kecil-kecil yang harus dipenuhi kebutuhannya, meskipun alhamdulillahnya dia masih bisa narik becak di pasar, tapi tetap saja masih kekurangan.”

“alhamdulillah kebetulan sekali, dia sedang buka lowongan untuk asisten tukang becak ndak?, saya berminat Sur.” Dampit tiba-tiba memotong.

“lho, anda kan lulusan sarjana, kok malah pengen jadi tukang becak?”

“memangnya kenapa?, apa sarjana itu harus kerja di kantor, jadi pejabat. Kamu kira sarjana tidak boleh jadi tukang becak, atau tukang becak tidak boleh sarjana. Kamu kira pegawai kantoran lebih bekerja keras dari tukang becak, kamu kira tukang becak itu tidak lebih mulia dari pegawai kantoran. Sarjana itu karir akademik, sedangkan tukang becak itu karir profesional. Nah, sistem pendidikan itu tidak memilihkan kita pada bidang pekerjaan tertentu, tapi lebih kepada memberikan peluang dan kesempatan untuk mengerti suatu bidang keilmuan yang berguna pada bidang pekerjaan tertentu. Lagi pula, tukang becak itu memiliki potensi korupsi jauh lebih kecil dibandingkan jadi pegawai kantoran. Daripada kamu yang pengangguran dan gengsi pada pekerjaan-pekerjaan yang kamu anggap tidak etis dan estetis.”   

“hehe, saya ini mau curhat, kok malah anda yang curhat”

“hehe, jadi bagaimana tadi?”

“ya itu, karena sudah kepepet kebutuhan, tempo hari Sumar nekat mencuri sebuah spion mobil di pasar, dan dia bilang itu malah berpahala.”

“jangan-jangan dia sudah ngintip bukunya baginda Roqib ya?”

“begini prof, katanya mencuri spion itu kan termasuk sebuah dosa, ketika hendak mencuri sepasang spion itu, Sumar lantas berpikir, kasihan yang punya mobil kalau sepasang spionnya diambil, nanti dia bisa celaka ketika berkendara. Makanya, dia akhirnya hanya ambil satu spion saja. Nah, menurut perhitungan dia, mencuri sepasang spion mobil itu adalah sebuah dosa, karena yang dia ambil hanya satu, jadi dosanya hanya setengah, belum lagi dia menolong orang yang punya mobil untuk terhindar dari kecelakaan dengan masih menyisakan satu spion. Dia bilang itu satu pahala, seperti halnya menyingkirkan duri dari jalan agar menghindarkan orang dari kecelakaan. Jadi kalau ditotal, kira-kira dia malah dapat setengah pahala prof, begitu katanya”

“Tuhan itu memang akan menghisab (menghitung) segala sesuatu yang dikerjakan makhlukNya, tapi jangan dikira matematika hitunganNya Alloh itu sesederhana matematikanya makhluk, diferensial, integral itu bukan apa-apa baginya, teori-teori rumit matematika manusia itu tidak sama sekali berada pada level atau kapasitasNya. Kalau kebanyakan teori sains mendekati konklusi dengan banyak asumsi dan pengabaian, jangan kira matematikaNya bermain asumsi, tidak ada pengabaian sekecil apapun bagiNya. Bahkan bisa jadi hitunganNya itu memiliki konstanta-konstanta yang variatif dan fleksibel yang mungkin jauh lebih banyak jumlahnya dibanding variabel itu sendiri. Maka, jangan dikira juga kalau kamu shodaqoh satu, berharap akan dikembalikan seribu, bisa jadi malah bernilai nol bahkan menjadi duabelas ribu. Ada banyak konstanta, kadar keikhlasan, presentase ridhoNya, kualitas iman, dan banyak lagi yang menyebabkan nilai itu menjadi tak tertebak.”

“aduuuh, penjelasan matematika anda saja suda bikin saya pusing. Nanti saya kasih tau dia saja lah supaya dia menghitung yang bernilai dosa saja, dari pada ke’pede’ sudah berpahala.” Lungsur pergi begitu saja sambil garuk-garuk kepala.

“jangan lupa tanyakan lowongan asisten tukang becak ya!!”teriak Dampit dari belakang.


Garuk-garuk Ruh


Pagi-pagi Lungsur sudah mondar-mandir di kampung sambil garuk-garuk kepala dan pantatnya. Melihat kelakuan aneh (karena lebih aneh dari biasanya) Lungsur, Sampir yang sedang membersihkan halaman rumahnya menyapa Lungsur

“kamu ngapain Sur, sudah kayak bedhes tandakan*) aja”

“ya, aku ikhlas jadi bedhes tandakan, kalau Gusti Pengeran juga ridho dan gembira”

“ya kalau gitu, aku juga mau sur, sur”

“la da lah. Kok pada rebutan jadi bedhes**) ini gimana”, sahut Sundari, istri Sampir, dari dalam rumah.

“kamu terlalu mainstream sih mbak, yang kami perebutkan itu bukan menjadi bedhesnya, tapi ikhlasnya, juga ridho serta gembiraNya Tuhan”, begitulah jadinya Lungsur karena terlalu sering bergaul dengan Dampit, berbahasa sok filosofis.

“sudah, sudah, sini mampir. Tak buatkan kopi mainstream”, sahut Sundari yang ternyata adalah sarjana filsafat.

“kamu ngapain garuk-garuk kepala dan pantat to sur”, tanya Sampir

“aku lagi bingung mikir solusi memberantas korupsi di negeri ini Pir”

“kamu ini siapa?presiden?menteri?ketua KPK?. Lagian kalau kamu sedang mikir, kenapa pakai garuk-garuk pantat?, kalau kepala sih wajar saja. Itu artinya kamu juga korupsi Sur, pantat kan bukan tugasnya mikir, kenapa kamu intimidasi untuk ikut mikir”

“justru itu yang aku pikirkan, awalnya memang aku mikir solusi pemberantasan korupsi. Tapi karena bingung sendiri, akhirnya aku jadi mikir, apa benar pikiran itu produk dari otak yang adanya di dalam kepala?”

“ya iya lah. Dia kan pusat kendali syaraf”

“lha terus pikiran itu apa?dia kan makhluk halus, ada tapi tidak ada wujudnya. Sedangkan yang kamu bilang pusat kendali syaraf itu kan barang kasar, bisa kamu rasakan, bisa kamu buat jadi sup otak. Terus, kalau mencintai, menyayangi, merasa iba itu produknya siapa?hati?. bukannya hati itu penawar racun, sedangkan heart adalah alat pompa darah.”

“mmmmm”, Sampir terdiam sambil memegangi dagunya.

“ditanya kok malah diam aja. Kamu lagi ngapain ini?”

“lagi berpikir menjawab pertanyaan-pertanyaanmu”

“nah, yang bekerja kan harusnya otakmu, ngapain kamu pegang dagu?. Apa kamu tidak menyadari komponen manusia lainnya?bukannya kita punya ruh, dialah makhluk halus yang tentu punya keahlian dan ketrampilan untuk menghasilkan produk-produk halus”

“lha ruh itu dimana?”

“ngapain kamu tanya dimana itu ruh”

“ya, supaya bisa digaruk, supaya bisa diintervensi untuk mikir dan merasa”

“ya ada di dalam dirimu, disetiap elemen tubuhmu”

“wah, masa harus garuk-garuk seluruh tubuh. Dikira keroken***) aku”

“Baajigur, apik itu”

“ Itu artinya, doktrin ilmiah telah mengarahkan kita pada perilaku fisik yang me’wujud’kan pikiran atau akal sebagai otak. Yasudah mulai sekarang aku akan sesekali garuk-garuk dengkul, sesekali garuk perut, sesekali garuk pantat kalau sedang berpikir”

Mereka terkekeh, saat itu juga terlihat Dampit sedang berjalan melewati rumah Sampir sambil garuk-garuk badan seperti orang keroken.

“ngapain prof?”

Dampit menoleh,

“lagi bingung mikir bayar utang”.


*)bedes tandakan : kera pertunjukan. Biasa di lampu merah atau keliling pemukiman
**)bedhes : kera jenis ekor panjang

***)keroken : gerakan artikulatif karena gatal-gatal di tubuh

Miliuner Inspirasi




Entah jenis manusia macam apa Dampit itu, saban hari wajahnya merona, bahkan tiap menit tidak ia sempatkan hatinya nggrundel sedikit pun. Lungsur yang telah menobatkan Dampit sebagai guru besarnya merasa perlu mengetahui rahasia kejeniusan profesornya itu, ia pun memberanikan diri menanyakan.

“Prof, kenapa anda itu selalu terlihat bahagia, bahkan tidak pernah saya lihat wajah anda itu suram seperti para politisi itu. Adakah sebuah algoritma alam yang membuat anda seperti itu?”,
melihat pertanyaan Dampit, sang guru pun terkekeh.

“Sur, lha wong aku ini orangnya mudah terinspirasi, melihat Mario Teguh saja aku terinspirasi, mendengar pidato Obama saja aku terinspirasi.”

“ya wajar saja, mereka kan memang orang-orang besar yang banyak memberikan inspirasi. Ndak ada yang istimewa prof, biasa saja”, sahut Lungsur begitu saja.

“kamu itu tidak dengar to tadi?, aku bilang ‘Mario Teguh saja’, ‘Obama saja’. Itu artinya aku itu memang mulai mudah terinspirasi dari hal-hal biasa”

“karena aku juga mudah terinspirasi pada tempe penyet, jus jeruk, tembok sekolah, piring pecah, trotoar jalan, tukang sapu, semut kelindes, penjual mi ayam, bulu ayam, pedagang putu, nasi mambu, mambusampah, sampai kotoran Anjing yang tidak pernah kulihat”

“nah, yang barusan itu kusebutkan berdasarkan levelnya yang semakin meningkat”, prof Dampit mulainyerocos seperti mau pidato kenegaraan.

“lho prof, semua itu kan hal-hal biasa yang sering kita temui. Masa sama begitu saja anda terinspirasi.”

“kalau semua hal kamu anggap biasa, pantas saja pikiranmu mempersilahkan usiamu lewat duluan”

“proses penginspirasian itu berkaitan dengan sinambungnya hati dan pikiran, hati yang mewakili kinerja olah batiniah mengcapture fenomena, lalu diloading ke pikiran yang berfungsi sebagai pembuat mekanisme dan sistematika ide, dan ingat semua itu selalu dikontrol dan diawasi oleh Sang Maha Supervise. Jadi, terinspirasi itu berkaitan dengan setting olah batin dan olah pikiran, tidak peduli fenomenanya apa. Kalau hati dan pikiranmu pas dan di dalam dirimu kamu posisikan Supervisor yang pas, maka siap-siap saja menjadi miliuner inspirasi.”


Dampit hanya terdiam, entah karena bathinnya belum mengcapture atau loadingnya yang lama. Atau jangan-jangan karena ketidakmampuan keduanya itu, sekarang ia berada pada posisi ngehenk

Thursday, May 30, 2013

Laa Tahzan = Bersedihlah





-Cerita bersama teman Lungsur dan Prof Dampit-

“Sore ini aku menangis begitu sedu, air mataku begitu membuncah laksana gairah.”

Ada apa gerangan engkau menangis hai kawanku?

“entahlah, aku seperti menangis tanpa sebab, atau mungkin karena sebab-sebab yang begitu banyak, sebab-sebab yang beragam, sebab-sebab yang memiliki begitu banyak definisi. Sehingga begitu susah untuk menjadikan ia menjadi sebab”

Lho, memang apa yang kamu rasakan.

“aku merasakan kesedihan yang membuatku begitu merasakan kegembiraan”

Kesedihan akan hal apa itu?

“kesedihanku sebagai hamba Allah, sebagai umat Rasulullah, sebagai anak dari seorang bapak, sebagai pengalir jariyah dari seorang Ibu, sebagai sahabat dari banyak manusia, sebagai pecinta malaikat dan pengagum Iblis, sebagai teman hidup begitu banyak tumbuhan dan hewan”
Itu kan bukan jenis kesedihanmu, itu kan baru deskripsi subjek pelaku kesedihan.
“itulah, aku juga ndak tau”

Subhanalloh, alhamdulillah, kamu sudah disedihkan olehNya. Kamu mungkin terlalu bahagia selama ini, hatimu mungkin begitu sempit untuk menerima kesedihan, dalam dirimu ada selapang ruang bagi kegembiraan, sehingga kamu mengabaikan anugrah Alloh yang begitu indah atas kesedihan. Maka, bersedihlah, supaya kamu mengerti kenapa “Laa Tahzan”.  

Lagipula, Alloh bisa saja menyedihkanmu atau membahagiakanmu tanpa alasan, maka hati-hati, jangan suka mencari-cari alasan. Kalau tidak ketemu apa yang kamu cari, lantas kamu ‘stress’ jangan salahkan aku.

L

kok masih menangis lagi?

“kamu membuat sebab tangisku menjadi nyata”