“ya
Alloh, Rohman ingin punya mainan. Tapi jangan yang kayu ya Alloh. Rohman ingin
yang bercat kemilau seperti punya teman-teman.”,
anak
sekecil Rohman pun sudah tahu kemana seharusnya ia meminta. Setelah berdo’a ia
pun beranjak dari duduk dan tengadah tangannya.
“O
ya, jangan mobil-mobilan juga ya Alloh. Rohman ingin Robot-robotan saja. Supaya
ada yang jaga parkir. Kasihan mobil-mobil mereka ndak ada yang mengatur nanti.”
Ia
tak kembali menata duduknya. Sambil berlalu ia memperjelas do’anya, tapi tetap
dengan tengadah tangannya.
-0-
Sementara
itu, Aku dan mas Zaeni memutuskan untuk mencari tempat untuk program “Kelas
Pinus”. Kelas Pinus ini merupakan salah satu kelas yang ada di Sekolah Habitat
Indonesia. Setelah kelas Camping Purnama yang sebelumnya telah kami lakukan.
Pinus menjadi media bagi anak-anak dan kami untuk mempertontonkan diri, pada
rumput yang menghijaukan tanah, pada kabut yang terembunkan di telapak-telapak
daun, pada lumut-lumut yang melunakkan batu, pada matahari yang melempar foton,
pada banyak elemen semesta yang senantiasa beramal kepada manusia, karena
ketaatan yang teramat padaNya.
Kami
beranjak menuju kaki merbabu, menyusur dusun demi dusun, membiarkan diri untuk
dipertemukan. Berawal dari sebuah dusun Citran yang cukup bagus, mesjid genteng
merah merona menjadi semacam penunjuk. Tempatnya cukup tinggi, beberapa kilo
dari jalan utama, tetapi justru itu yang akhirnya menjadikan kami urung.
“Hei,
maumu yang bagaimana, ini dusun terakhir merbabu yang cantik”, sergah sebatang
Pinus Citran yang kami lewati.
“memang
kebiasaan dia seperti itu, berdo’a sering kali ndak spesifik.”, ucap Batu Jalanan ketus.
“jangan
salahkan Tuhan kalau istrimu nanti tak secantik Sahika
Koldemir”, Semut Rangrang mulai ikut campur.
Ya, kami ingin tempat yang bagus,
hutan pinus yang menawan, mudah diakses mobil, anak-anak kecil dengan senyum
indah.
“Semoga
cukup spesifik untuk sebuah permintaan dalam waktu dekat. Kalaupun ada yang
kurang, nanti kita revisi”. Eram kami dalam hati.
Kami turun, meniatkan kembali ke
jalan utama, sambil memperhatikan tanda-tanda. Ada seekor burung Biru eksotik
sedang menekur di sebatang pohon, mungkin ini tanda, kami ikuti dia yang
terbang, cukup optimistic. Hanya beberapa saat memang, hingga akhirnya si
Burung meluncur ke sungai dalam entah sampai mana. Urunglah niat kami
mengikutinya.
Jalan utama sudah semakin dekat, tinggal
lurus terus beberapa ratus meter. Tiba-tiba, karenaNya, seekor burung melintas lagi
dengan cepat didepan kami, seolah seeorang polisi yang memperingatkan kami
tentang salah jalan.
“bismillah”,
kami berbelok mengikuti arah si Burung.
Menjadikan
burung sebagai tanda, ku kira tak ada yang salah. Gagak pun diperintah Alloh
untuk mempertontonkan teknik memperlakukan jenazah pada Khobil. Bahkan, perlu
diingat, Ibrahim (alaihi ssalam) pun
mempercayakan tanda-tanda alam dalam pencarian Tuhan, hingga ia punya cukup
banyak mantan Tuhan.
Burung dan waktu sholat dhuhur
akhirnya menghentikan kami pada sebuah surau. Seusai sholat, kami lanjutkan
perjalanan. Beberapa meter kemudian, kami lihat hutan pinus yang cukup rindang,
sunyi senyap disebuah kelokan. Ya, itulah hutan pinus Sendoyo, masih satu dusun
dengan surau tempat kami sholat tadi dan tentunya rumah pak Kadus sendiri.
-0-
Seminggu
berlalu.
“mumpung
liburan, besok akan ada teman-teman dari Jogja yang ngajak bermain adik-adik.
Jangan lupa datang ya!”, ucap seorang tetua dusun.
“asyikkkk…!”,
seru anak-anak.
Begitu
pula Rohman, ia kegirangan, hingga melupakan do’anya yang lalu. Tapi apa mau
dikata, spesifikasi do’anya sudah terlanjur di print out.
-0-
Mas Zaeni sibuk setting tempat, mempertimbangkan
kemungkinan hujan yang pasti akan turun. Ya, ini daerah pegunungan yang punya
curah hujan cukup tinggi, belum lagi, sekarang adalah musim hujan, tentu akan
semakin menghujani. Sementara, aku dan si mbah (Fehri Helta) mulai
mempersiapkan layar dan banch
penonton untuk acara Layar Centel. Ya, Layar Centel, karena layarnya dicentel (digantung) bukan ditancep.
Malam hari, selepas sholat isya,
orang-orang mulai berkumpul. Malam hari memang tidak diperuntukkan untuk
anak-anak kecil, kami prioritaskan untuk anak seusia akhir SD hingga SMP,
meskipun banyak juga berdatangan anak-anak yang sekarang sudah menjadi bapak.
Layar Centel
Layar Centel kali ini memutarkan
film “Hafalan Sholat Delisa”, yang dibuka sebelumnya oleh Annisa, mempersilakan
pak kadus dan pak RT mengucap sambut. Malam semakin melarut,
alhamdulillah, sedari tadi hujan hanya
berbentuk rintik tipis. Pantai di sana (setting Hafalan Sholat Delisa)
diharapkan memberikan fantasi, fantasi pasir, air asin dan juga debur-debur
ombak yang semilir. Ini tentang dinamika, keragaman rasa, juga manifestasi
indera. Mereka (penonton-red) adalah manusia-manusia dengan peraba gunung,
dengan embun dan dingin yang menguliti, julangan gunung yang mendongak. Lantas,
fantasi-fantasi itu menstimulasi peraba mereka, merehatkan sejenak nyata-nyata
itu.
“malam
ini ada ombak di kaki gunung”, celetuk batu-batu kali itu.
“Tuhan,
ijinkan aku agar malam ini tidak turun. Sahabat-sahabatku sedang mencoba
menonton film di hutan ini”, seru sang Hujan dengan wajah menahan.
Malam ini, saat mereka tertidur,
biarkan sang bunga tidur yang bekerja, mendimensikan fantasi-fantasi itu. Lalu,
persilakan hujan juga titik-titik pantulannya menjadi melodi, mentransformasinya
menjadi serasa pantai.
Menjelang
pagi, hujan mengguyur deras, seperti menumpahkan pipis yang tertahan.
-0-
Pagi
bersambut, hujan deras menjelang pagi suda menjelang reda. Menyempatkan mentari
pagi menelisik masuk. Pukul 07.30 adik-adik kecil sudah mulai berdatangan.
“ayo
kumpul adik-adik”, sahut Ulung.
“ayo
baris dulu”, timpal Anisa. Sepertinya barisan pohon-pohon pinus itu pun mulai
merasa iri.
Mereka
(adik-adik-red) pun melepas sandal mereka, membiarkan telapaknya termediasi
embun, tergelitik oleh kerikil-kerikil yang telah merumput, tersentuh oleh
gemulai air sungai.
Awal
yang melelahkan mungkin, setelah sarapan, ada rentetan acara yang menunggu. Di
awali Magic Show oleh Rimbun, acara kemudian dilanjutkan dengan membaca di
hamparan hutannya. Ya, membaca hamparan buku dengan rentetan-rentetan kata di
antara hutan pinus yang telah dibacakan olehNya.
Rohman
kecil membaca dengan tereja,
“Ha-ri-ma-u
men-ca-kar po-hon – po-hon, e-lang men-ceng-ke-ram u-lar”, ternyata topic
bukunya tentang Cakar Binatang. Sesekali ingusnya melengus, lucu sekali.
Tepat
dibawah mentari pagi itu, mereka dihangatkan oleh cahaya (yang membawa energy
panas) dan pengetahuan.
“hayo,
siapa yang mau menjelaskan apa yang sudah dibaca?”, seru Ulung.
“ada
hadiah lho!”, sambut Anisa.
Semua
anak saling memandang, antara grogi dan geregetan. Kecuali Rohman, ia masih
terus mengeja
“Sa-Ya”,
katanya sedikit keras, sepertinya ia sedang mengeja kata Saya.
“yasudah,
Rohman maju ya”, tunjuk Anisa.
Ia
masih terus membaca,
“Rohman!”,
panggil Ulung.
Teman-temannya
pun akhirnya menyenggolnya.
“Man,
ayo maju, sana jelaskan. Kami ingin tahu apa yang sudah kamu baca”, kata Meli.
Antara
bingung dan linglung ia putuskan untuk tetap maju.
“Harimau
mencakar pohon, burung elang mencengkeram ular,….. bla…..bla…..bla….”, ia
berucap begitu saja.
“bagus
Rohman, tepuk tangan semuanya!”, pinta Anisa sambil menepukkan telapak
tangannya.
Rohman
pun beranjak duduk.
“eh,
tunggu dulu. Ada hadiah untuk kamu”, cegah Ulung.
Lintang
(putra bungsu mas Zaeni) pun menyerahkan Robot-robotannya kepada Rohman.
“Alhamdulillah,..”,
ia seperti tak percaya melihat Robot-robotan itu. Ia sudah hampir melupakannya.
“terima
kasih ya Alloh, akhirnya bisa jagain parkir mobil teman-teman”, bathin Rohman
dengan tangan terdekap, bukan lagi tertengadah.
Rohman Kecil menggaruk kepalanya dan kepala monyetnya
InsyaAlloh semuanya bergembira.
Acara kemudian dilanjutkan dengan melukis pada media kertas dan tentunya batu
kali yang telah kami siapkan dari Jogja. Mereka perlahan belajar tentang
perpaduan warna-warna, kombinasi warna pokok, dsb, yang kemudian mereka padukan
dengan bentang alam yang telah terkombinasi di sekeliling mereka. Ya, gunung,
pinus, sungai telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Masih
ada rawa, telaga, bantaran kali, tempat pembuangan sampah (TPA), kebun teh dan
lain sebagainya, yang insyaAlloh akan memberikan awareness (kesadaran) kepada
kami dan juga mereka (siapapun yang disiapkan Alloh disana) tentang do’a yang
telah dimodalkan kepada kita dan juga bahwa kita semua berpijak ditempat yang
sama, semesta milikNya.
Foto Dokumentasi ada di sini
2 comments:
tempatnya indah qin ..
Oh iya , maaf nggak bisa ikut berpartisipasi.. mapala kehutanan yang ku hubungi juga nggk ngerespon lagi kmren .. kalau mau ada kegiatan kyak gini lagi kabari ya.. kalau ada waktu luang mungkin bisa ikut, insyaAllah ..
InsyaAlloh akan ada lagi cip. Maaf juga agak mendadak, sebenarnya mau lebih ekstrim lagi konsepnya.
Post a Comment