Tubuhnya
kecil, di dalam kulitnya yang legam ada daging-daging yang kekar, urat-urat
yang melang melintang begitu kuat. Berewok dan kumisnya sering kali tak
dicukur.
Aku
ingat ketika dia dengan gerobak dorong berisi perkakas rosok berjalan bersama
istrinya, kulihat wajahnya ceria, sumringah. Ya, masa itu memang ketika mereka
adalah pengantin baru.
“ini
istrimu?”
“iya
mas”
Malam
itu dingin, kupikir tak ada salahnya menyaji ayam goreng panas. Meskipun, cinta
kasihnya yang sedang hangat jauh lebih menghangatkan mereka.
Ada
sipuan malu pada sesamanya, ada colekan-colekan jahil yang – walaupun dalam
senyap – menggurat tawa mereka, lucu sekali. Dalam kekakuan-kekakuan ramai
orang, mereka saling mengikat, memapar romantisme.
Lalu,
pada suatu hujan yang rintik di hampir pertengahan malam beberapa bulan
kemudian, dengan gerobak yang sama, kali ini ia bersama wanita cantik lain,
bukan orang yang sama tentu.
“istrimu
dimana?”
Dalam
tunduk, ia utarakan kebisuan. Hanya tangannya yang bicara dalam suapan anaknya.
Anak
itu tidak rewel, dalam tubuh bayinya, ia seperti tau betul kesedihan bapaknya.
Aku yakin (dalam do’a), insyaAlloh anak ini akan menjadi luar biasa,
benar-benar luar biasa, bukan luar biasa yang banyak dicelotehkan pada
kebiasaan televisi.
Dalam
ceritanya kemudian, aku tau tentang istrinya yang pergi, lalu mengantarkan
kesedihan padanya. Juga tentang gadis kecilnya yang ditinggal begitu saja.
Kalau
kalian tau, jika sedang tak bawa gerobak, ia sering bertelanjang dada,
memanggul anaknya di kepala. Berjalan pada terik dan malam yang gulita. Seperti
ia ingin tunjukkan pada putri kecilnya, ”inilah jalan dan perjalanan hidup,
nak”.
Sekarang,
sekian tahun kemudian. Pada gerobak yang tetap sama, yang tetap ia tarik dengan
semangat begitu rupa, juga pada bagian malam yang hampir sama, ia hadir
sendiri.
“oh,
bukan”, bathinku.
Seorang
gadis meloncat dari dalam gerobak, kakinya yang mulai jenjang menunjukkan
betapa ia sudah tumbuh lincah, jilbabnya yang sederhana seolah menegaskan
padaku, dunia ini memang sederhana.
“kamu
sudah besar ya”.
1 comment:
siapa itu mas zikin?
Post a Comment