Maafkan aku maemunah, beberapa waktu lalu temanku
datang, ia teman lamaku. Dia memang kalem, bicara seperlunya, minum dan makan
secukupnya, dia juga suka menunduk kalau jalan. Tapi kamu tau, dia begitu
menyita perhatianku, membuat pikiran, hati dan nurani tak bisa lepas
memandangnya. Bahkan, ragaku yang sering kamu puji atletis ini menjadi tak
berdaya sedikitpun.
Aku tak pernah bilang sedikitpun
tentang kamu, tapi dia tahu dan ingin lebih tahu, maka kucurahkan lah segala
rasaku, tentang kamu yang hidup dalam masyarakat mempesona, tentang senyummu
yang mengkatalisis bahagia. Tapi kamu tahu, dia bilang itu hal biasa, dia
bilang aku berlebihan. Aku tersentak, maka aku bilang, tunjukkan padaku
seseorang yang pesona dan senyumnya lebih merekah.
……………..
Maafkan
aku maemunah, ternyata Khadijah seperti dewi pesona, senyum Aisyah merekah
ranum sekali.
Lantas
aku diamkan diriku, aku benamkan kepalaku, sambil bergumam kutanya padanya aku
harus apa.
Dia
bilang, tingkatkan imanmu kawan, perbaiki dirimu. Aku hanya kasihan pada
maemunah, pesonanya tak pernah bisa bertambah semarak, senyumnya ya akan begitu-begitu
saja, itu karena kamu mengambilnya terus menerus saat itu akan tumbuh.
Dia
tidak menyuruhku untuk menjaga hati, karena katanya itu akan semakin membuatku
memelukmu dengan eratan yang besar. Maka, dia suruh membebaskan begitu saja
hatiku, supaya banyak hal yang bisa aku dekap dengan dekapan yang kecil-kecil
saja.
Aku
tahu sepenuhnya dia benar, dia adalah sahabat yang sengaja dikirimkan Tuhan
untuk makhluk-makhluk lain seperti halnya diriku. Dia itu pengajar manusia di
bulan Romadhon, sering datang dini hari sekali di hari senin dan kamis,
terkadang juga dia menjadi tenaga suka rela di hari-hari daud. Ya, Dia itu
Puasa.
No comments:
Post a Comment