Sunday, March 17, 2013

Tataran satu jiwa


Ketika gula sudah tak mampu lagi menjadikan manis

Ketika pupuk sudah tak lagi menyuburkan tanaman

Ketika mata sudah tak cukup lagi untuk membaca

Ketika lampu tidak hanya bisa mencahayai tempat gelap

Ketika debu telah dianggap sebagai partikel besar

Ketika hujan sudah tidak lagi diturunkan langit

Ketika terik matahari menjadikan teduh

Ketika meninggal membathin syukur

Maka yang terjadi adalah tataran satu jiwa cinta.

Wednesday, March 13, 2013

Kotak Indonesia

hadiah kecil untuk pernikahan mas Hilmy dan mbak Rini

Maaf atas raga yang tak bisa hadir, tentu sekotak kecil ini tak akan mampu menggantikanku, sekotak kecil ini tak akan mampu menggantikan tubuh besarku. Tapi, bukankah roh telah mampu menghidupkan makhluk senyata kalian, bahkan menyatakan elemen-elemen yang lebih besar lagi. Ya, pengabdian kalian, buah pikir kalian, energi kalian adalah kenyataan-kenyataan yang telah membesarkan hati masyarakat, mengembangluaskan senyum adik-adik kecil yang kerap terlihat muram. Maka, kupikir sebaiknya kuhadirkan saja roh untuk kotak kecil itu, supaya ia mampu membesar bersama rentetan bunyi tulisan ini, supaya juga mampu mewujudkan hadirku menjadi nyata. Roh itu adalah do’a-do’a yang hanya kubathin saja, aku takut mengucapkannya, hati kalian begitu lembut, telinga kalian begitu sensitif terhadap kesengsaraan masyarakat, mata kalian terlalu tajam dan jeli melihat ketidakmakmuran umat, jadi aku khawatir ucapku akan terdeteksi indera sensitif kalian itu.
Mas Hilmy dan Mbak Rini, ada 4 jenis elemen yang ingin kutitipkan pada kalian. Tolong sampaikan pada anak-anak kalian.

1. Kerang laut. Kuambil ini dari pantai klayar, Pacitan, -tempat kita berpelsir waktu itu mas-. Aku sudah bilang pada makhluk-makhluk klayar, “aku pinjam ini (kerang itu-red), suatu saat akan ada seorang pemuda gagah perkasa atau seorang gadis jelita yang wajahnya begitu Indonesia datang kemari dan mengembalikan yang bukan haknya ini”

2. Batu gunung. Ini kumintakan dari seorang teman, batu ini adalah batu merapi sebelum terjadi erupsi, kuharap ia (anak-anak kalian) bisa meletakkanya kembali di gunung itu dengan bulir-bulir keringatnya, dengan semangat-semangat pantang menyerahnya, dengan segenap rasa Indonesianya.

3. Pasir kali. Pasir kali ini melambangkan proses, menyimbolkan kurir rindu antara dua insan, gunung dan lautan. Pasir ini adalah salam yang diucapkan melalui batu gunung, karena hujan ia tergelontor ke sungai (kali). Lalu menggelinding dan terpecah menjadi keping pasir yang terlepas ke lautan.

4. Udara. Ini kusisipkan untuk memenuhi kotak kecilku ini. Udara ini adalah elemen yang tidak hanya menjadi yang terpenting dalam kotak kecil ini, tetapi juga menjadi elemen terpenting bagi makhluk bumi. Biarkan anak-anak kalian menghirupnya, menjadi energi-energi Indonesia yang berkelimpahan.

Mas, Mbak, kuamanahkan ini agar menjadi amanah bagi anak-anak kalian yang juga mendapat amanah dari Alloh untuk menjaga BumiNya. Gunung, laut dan berbagai tempat lainnya adalah sarana bagi mereka untuk mampu melihat bumi Indonesia yang begitu indah tak terkira.

“Sungguh, Indonesiamu sangat indah, Nak”



Friday, March 1, 2013

Rasa Saja



Semakin hari bathinku semakin tercekat

Semakin bulan deritaku semakin melekat

Semakin tahun ada ingat tentangmu yang tidak minggat-minggat

Semakin windu rupamu sudah tak lagi merakyat

Semakin abad ternyata dirimu semakin terlihat seperti malaikat

Semakin lama dan selama-lamanya rasa itu hanyalah rasa saja.