Monday, May 28, 2012

Gairah Hidupku

Satu hal yang membuatku sangat bergairah di Bumi ini. Bukan wanita seperti Lady Gaga, kontraversialnya sungguh tak menahankan. Bukan pula Angelina Jolie, keseksiannya memang membutakan. Begitulah, gairah terhadap wanita memang sering kali menyerupakanku dengan binatang. Bukan pula harta yang kerap kali membuatku merasa punya dunia. Juga bukan kuasa yang tak jarang menjadikanku mendadak merasa raja.

Ia bukan materi, karena sesungguhnya ia berawal dari imajinasi, hidup karena asumsi-asumsi dan entah oleh apa ia akan mati.

Kalau di dalam diriku, ia hadir bersama sebuah semilir, hidup dan berkembang karena spiritualitas tak berhilir dan kuharap ia mati oleh akhiratku yang nadhir.

Ia yang diperantarakan Tuhan dalam membentuk dunia. Ia juga yang dimediakan dalam memahami penciptaan. Ia adalah jembatan rasionalitas manusia atas nilai-nilai spiritualitas.

Sejujurnya ku tak pernah tahu rupanya. Bahkan namanya pun tak ku ketahui, karena selama ini ia muncul dalam deskripsi-deskripsi. Jadi, bagaimana kalau ku sebut saja ia adalah Kimia, supaya kalian semua mengiya, supaya tidak ada lagi analogi, supaya ia juga terasa nyata. 

Gairahku terhadap kimia sungguh bukan berarti sebanding dengan kemampuanku bersilat kimia. Gairahku terhadap kimia juga bukan menunjukkan bahwa aku pandai memainkan stoikiometri. Satu-satunya yang menunjukkan gairahku terhadap kimia hanyalah kebingunganku tentang kimia.

Semoga gairah ini tak pernah membuatku memaling dari Mu, karena gairah ini hanyalah Gairah Kimia.

Friday, May 18, 2012

Ajaran Keteknikan = Ajaran Kemanusiaan


jadi, karena nilainya kecil sekali dibanding k1, nilai k2 dapat dianggap nol”, begitu ujar seorang dosen.
Ya, begitulah perilaku manusia-manusia jurusan teknik, pandai mengasusmsi, pandai menganggap, pandai mengabaikan. Tidak salah memang, toh, hal itu juga dilakukan untuk mempermudah penyelesaian (mencari solusi). Pertanda bahwa mereka memang manusia, mereka adalah makhluk yang  hakikatnya memang penuh keterbatasan dan ketidaksampaian. Berbeda sekali dengan Tuhan, Dia tak pernah barang sedikit pun mengabaikan, menghiraukan, mengasumsi, menganggap. Bahkan untuk hal sekecil zarrah ataupun lebih kecil dari itu. Bisa dikata, hingga sepuluh pangkat minus tak hingga pun akan Dia hiraukan. Tidak hanya untuk urusan kecil sekali, pada tataran super besar pun Dia tak pernah acuh, karena Tuhan adalah mahahitung yang sungguh alat secanggih apapun di dunia tak akan pernah mampu menandinginya.
Beruntunglah para pelaku ‘teknik’, karena sesungguhnya ajaran keteknikan adalah ajaran kemanusiaan yang mengajarkan nilai-nilai ketawadhu’an pada sang Pencipta. 

Foto ambil disini

Tuesday, May 8, 2012

Prasangka Camping Purnama

Camping Purnama

Mereka terlihat tak sabar menunggu, beberapa anak sudah duduk rapi dengan pakaian muslim hijau di teras panti. Beberapa terlihat mondar-mandir, sepertinya mereka gelisah. Menunggu jemputan yang akan membawa mereka ke arena baru. Ya, begitulah yang terlihat olehku ketika menjemput adik-adik panti asuhan Al-Wahab.  Langit terlihat gelap sekali, bahkan beberapa saat sebelum sampai rumah mereka, hujan rintik perlahan mengencang. Tapi tak apa, nyatanya deru mobil yang masuk halaman panti membuat mereka bersorak. Apalagi setelah melihat seorang gondrong keluar (itulah diriku) yang seminggu lalu mereka lihat saat pengumuman acara ini oleh Mas Pago Hardian (Pengasuh Panti). Mereka seperti tak sabar ingin segera berangkat, satu persatu masuk angkutan, riuh sekali. Tanpa ijin Mas Pago, aku bawa saja mereka. Toh, nanti juga akan balik menjemput beliau. 
Di perjalanan mereka tak henti bertanya, seolah hantu penasaran yang tidak berhenti mengusik. 
“mas, tempatnya dimana sih?” seorang bocah lugu yang duduk disebelahku bertanya. Dari belakang pun mereka bersahutan dengan pertanyaan ini-itunya. 
Aku gembira melihat antusiasme mereka, terdengar juga rencana-rencana yang akan mereka lakukan setiba disana. Tetapi diluar sana, langit tak terlihat secerah wajah mereka. Mendung semakin pekat, hujan mulai mengguyur. Semakin lama, semakin deras.
Ada kekhawatiran menyelimutiku ditengah kelokan-kelokan jalanan Condong Catur. 
“apakah nanti mereka akan gembira?, bukankah acara ini adalah acara alam terbuka. Yang sangat tergantung pada perintah Allah pada alam raya-Nya”

 beberapa saat aku terdiam.
“tidakkah mereka kecewa, kecewa karena suka cita itu ternyata hanya imaji?. Maaf adik, sepertinya kami akan mengecewakanmu”, 

membuatku mengambil jalan yang kurang tepat. Ya, kami akhirnya harus menerobos jalan-jalan kecil karena lamunanku ini. 
Ringroad Utara terlihat sepi. Di beberapa titik, air menggenang cukup dalam, menyebabkan tembakan-tembakan air ke arah samping. Mereka tertawa, gembira sekali saat-saat air termuncratkan kembali. Lagi, dan lagi.
Ternyata lamunanku hanyalah prasangka, bahkan ketika sampaipun mereka masih meluap bergembira. Alhamdulillah, perlahan deras berubah menjadi rintik. Tetapi tidak berlaku pada perubahan suasana hati mereka. Mereka tetap bergembira.
-00-
 Apakah sebenarnya acara yang mereka nantikan akhir pekan ini, tanggal 5-6 Mei 2012.  Ya, itulah yang kami sebut sebagai Camping Purnama. Bertepatan dengan malam bulan purnama, mereka kali ini di ajak untuk menjamah alam, mencoba keluar dari kelas-kelas berdimensi kecil. Menikmati anugrah Allah, alam semesta raya, tanpa tedeng aling-aling. Langit sudah membentang, bulanpun tak mau kalah, diam-diam ia mulai mempersiapkan diri di balik awan. Lamat-lamat terdengar adzan isya saat aku sampai bersama rombongan kedua penjemputan di Lokasi. Kali ini, giliran kami mempersiapkan diri untuk bersujud.
        
Shaf-shaf sudah terlihat rapi dan siap. Mas Pago sebagai imam mulai bertakbir
“Allahu Akbar”,
alunan suara itu begitu menghujam, menuntut pada kerendahan hati manusia. Ayat-ayat Allah kali mulai berkolaborasi menyentuh sanubari. Ayat-ayat qouliyah-Nya terdengar begitu syahdu bersama iringan orkestra ayat-ayat kauniyah-Nya. Ya, dentuman kodok itu, kirikan sayap-sayap belalang itu, hembusan angin dan gemericik aliran sungai seperti ingin ikut andil dalam panggung dzikir kali ini.
-0-

Acara dilanjut dengan sepatah kata penyambutan dari mas Zaeni Cantigi selaku fasilitator, berikut perkenalan dari teman-teman yang ikut berpartisipasi. Dan kemudian dilanjut dengan games yang dipandu oleh mas Warno sembari menunggu makan malam yang sedang disiapkan.

Ikan Nila bakar malam itu berbeda sekali dari biasanya. Ada rasa syukur dan suara doa-doa anak-anak itu yang ikut membumbuinya. Hujan masih turun rintik-rintik, meskipun begitu tak menyurutkan niat kami menyiapkan agenda menonton yang sudah kami siapkan. Sekeping VCD Harun Yahya sudah tersaji. Di bioskop alam ini, mereka disuguhi film-film tentang penciptaan semesta, sama seperti semesta yang disuguhkan Allah kepada kami malam itu. Sesekali film tersendat, tapi tak jadi masalah besar, ada mas Peri dan mas Yudi yang tersedia untuk menangani. Moment itu tak dilewatkan begitu saja, ada jagung yang siap dibakar di bara unggun, sambil bersenandung bersama alunan sholawat Ust. Jefri dan mas Opick yang diputar kala itu.

Malam semakin larut, bulan ternyata tak juga menampakkan diri. Terlalu malukah ia bertemu anak-anak itu malam ini?. Tetapi, berkas-berkas kecil sinarnya telah menerobos bilik awan dan menyinari kami malam itu. Sudah saatnya tidur.
-0-
Di saung itu, mas Wisnu (ditemani oleh sang asisten, mas Arief), seorang mahasiswa ISI Jogja, belum juga ingin tidur. Malam ini ia ingin melukis sebuh pesan, yang nantinya akan ia hadiahkan kepada adik-adik kecil kami. Ada guratan biru yang mendominasi, turbulensi warna merah dibagian bawah juga terlihat, ditambah lagi bercak-bercak kuning yang ia tambahkan diakhir, membuat siapa saja ingin mengartikan maksudnya. Tapi yang pasti kuyakin bahwa isinya adalah sebuah energi positif yang akan terekam di memori mereka dan menjadi bahan picu kesuksesan dikemudian hari (amin).

Pukul 04.30, tepat setelah lukisan selesai, anak-anak mulai terbangun oleh suara mas Pago. Ya, sholat tahajjud akan mengawali agenda pagi ini. Bersama malaikat dan makhluk-makhluk yang senantiasa bertasbih kami bersujud kepada-Nya.
-0-
Selepas shubuh, mereka bermain. Tanah becek ternyata mejadi arena bermain tersediri bagi mereka. Jalan pagi di pematang sawah, melukis dengan lumpur, perang lumpur, flying fox dan juga Tubing di sungai telah menjadi rentetan agenda bermain mereka pagi itu. Sekali lagi, ternyata perasaanku di awal hanya lah prasangka. Sepertinya aku harus lebih berhati-hati dengan prasangka. Nyatanya hingga saat kuantar merekake rumah, hanya gembira yang terpancar berikut senyum bahagia yang ia tinggalkan di tepi Kali Winongo ini. Ya, mereka gembira, lagi dan lagi.

Foto Dokumentasi di sini 

Wednesday, May 2, 2012

Bukan kuasa kami

Pernahkan angin merasa, bahwa hembusannya sering kali membuat perut mereka mendengung. Padahal bunga-bunga nan indah di padang sana selalu terkesiap, menyiapkan paket-paket benang sarinya tatkala pasukan angin beranjak datang.

Pernahkah air bah merasa, bahwa terjangannya membuat pipi-pipi lembut mereka terguyur air mata. Padahal hati sahabat-sahabat nun jauh disana selalu bersiaga, melangkahkan kaki dan menggerakkan tangan berikut dengan suara lantang mengumandangkan kepedulian pada hati-hati yang lain. 

Pernahkah salju merasa, bahwa aktifitasnya kerap kali merepotkan organisme-organisme di dekatnya. Padahal penghuni belahan tengah selalu berjaga-jaga, menyediakan kamar tidur dan pantai-pantai mereka untuk saudara utara dan selatannya.

Tiba-tiba, bulu-bulu tanganku bergemerisik.
Aku        : Angin, dirimukah itu?
Angin     : Iya Sahabat, aku membawa pesan untuk kesahmu dariku, Air bah dan si Salju.
Aku        : Pesan apakah gerangan, hingga membuatmu singgah dari kelanamu?
Angin      : Wahai Sahabat, sungguh aku tak punya kuasa sedikitpun. 
                Sesungguhnya semua itu adalah kehendak Tuhan

Tuesday, May 1, 2012

Tawa

Inikah yang dibilang tawa?
Aku kira ia adalah simbol kebahagiaan, nyatanya elemen-elemen hatiku telah kejang dibuatnya.