Wednesday, November 14, 2018

Bisa Jadi


Manusia berjalan pada kejadian-kejadian, kebisa-jadi-kebisa-jadian. Apa yang anda rasakan ketika mata terpejam, adalah telinga yang semakin kuat mendengar. Apa yang anda rasakan ketika telinga terdiam, adalah mata yang semakin melihat tajam. Lantas bagaimana rasanya ketika mata dan telinga akhirnya padam, adalah dialektika pada ketiadaan rasa.

Perkenankan kukembalikan rasa ini padaMu.

~sept 2013

Zenith Nadhir


Pada genderang yang terucapkan tiap saat, pada keriuhan yang diharapkan menjadi zenith. Ijinkan saya mengucapkan tepuk tangan, perkenankan saya diam-diam berdiam diri. 

Karena merah yang kau telantarkan pada yang kukira rahmat, karena putih yang kau taruh pada penghujung nadhir, adalah sebuah pelumatan hakikat, adalah gaya bebas atas jeda dan hening untukNya.

Sungai Neraka


Tentang Neraka yang mengalir sungai dibawahnya, tentang merasa dosa pada perilaku-perilaku yang sesungguhnya mensurgakan, tentang ketidakharapan akan pahala, tentang kesadaran akan tabungan dosa.

Surga yang mengalir sungai di bawahnya, dan neraka berada dibawah level surga. Maka, bisa jadi sungai itu adalah pencuci para mantan narapidana neraka sebelum dimasukkan surga. Airnya mengalir dari hulu ilahiyah, menjadikannya suci, menjadikannya layak atas surga, karenaNya.


Udara ini

Udara yang 'ini', adalah udara yang sesuai untuk kriteria dan spesifikasi makhluk bumi, tentunya ia sudah mengalami berbagai tahap evolusi formula. Udara, air, tumbuhan, hewan, bahkan bumi dan segala semesta adalah salah satu konsep komprehensif Tuhan dalam rangka mempersiapkan ruang dan waktu bagi manusiaNya

Membumi Melangit


Tentang bumi dan langit, tentang membumi dan melangit, tentang menerobos tanah dan menyeruak udara, tentang mengakar dan menjadi tinggi, tentang tumbuhan dalam segala ketaatannya pada Alloh. Tumbuhan hidup dalam dualitas kegravitasian, hidup dalam hakikat gravitasi untuk selalu menenggelamkan diri pada nilai-nilai kemakhlukan juga hakikat gravitasi untuk terus menjulang, merasakan dan berikhtiar atas nilai-nilai keilahian.

Tumbuhan hidup dan berkembang dalam dua pergerakan mekanis yang berlawanan. Menjadi tinggi sekaligus merendahkan diri tentu tidak mudah, menjadi bangga sekaligus tidak membanggakan diri tentu adalah perkara sulit, apalagi menjadi kecil di tengah upaya membesarkan diri. Jangan lupa merendah ketika sedang terus meninggi, berupayalah membesar ketika sedang mengecilkan diri.

Waktu Jeda


Sholat adalah waktu jeda, untuk kembali merenung, kembali berdzikir, mengumpulkan kembali ketidakpaduan dunia akhirat. Sholat adalah beberapa menit waktu diam, ditengah tingkah laku yang kesana kemari. 

Seperti halnya diamnya buang hajat yang katanya banyak menghasilkan karya. Seperti halnya kesunyian yang membawa ketenangan.

Mudik sangatlah identik dengan perjalanan. Dan perjalanan itu tentu juga tentang menemani waktu hingga sampai ke tempat tujuan, tentang banyaknya waktu untuk duduk diam dan tidak bertingkah. Perjalanan adalah sebuah kesempatan (ruang dan waktu) untuk berdzikir dan merenung. Bukan lagi dalam beberapa menit, karena menit yang itu sudah beranak pinak menjadi jam, bahkan hari. Berapa banyak hamdalah yang akan tertabung, berapa banyak sholawat yang akan terkonversi, berapa banyak keduniaan dan keakhiratan yang bisa disatupadukan. Maka, perjalanan bukanlah hanya bertujuan selamat, tapi juga merupakan piranti keselamatan, insyaAlloh dunia akhirat.

Semoga perjalanan anda menyelamatkan anda.

Monday, November 5, 2018

Tanah


Alhamdulillah, mereka melempar dirinya sendiri, mereka berlumuran dirinya sendiri. 

Pemahaman dan kesadaran tentang bau dan rasa tanah, adalah pemahaman dan kesadaran tentang diri


-juli 2013

'Surga' yang mengalir sungai dibawahnya


Kalau Tuhan memanifestasikan desain surga dengan 'sungai yang mengalir di bawahnya'. Tentu nikmat surgawi yang macam itu tidak sesederhana nikmat 'sungai yang mengalir dibawahnya' versi dunia. Tapi paling tidak, posisi sungai memanifestasikan sebuah kenikmatan/keindahan baik surgawi maupun duniawi. 

Jadi, mengenal dan mempelajari karakteristik sungai bisa jadi lebih mendekatkan dan memudahkan orientasi di surga kelak. Aamiin.

Jalan yang Belok


Seorang Pejalan kaki, entah dari mana mau kemana, menempuh, menyusur, meniti sebuah jalan lurus dan berbelok, sedang disampingnya mengalir sungai-sungai. Rel itu menjadi arahnya, menjadi panutannya, sesekali ia lurus, sesekali ia berbelok, sesekali ia bercabang dan menuntut pilihan. 

Biarkan Alloh yang memperjalankan, biarkan Alloh yang menggerakkan setiap sel dan merombak mekanisme hubungan atom dalam tubuh. Perkenankanlah diri untuk berjalan pada jalan yang Engkau pertunjukkan, aku pasrahkan padaMu dan kehendakMu 

Apakah jalan yang lurus (sirothol mustaqim) itu juga termasuk jalan yang dibelokkanNya?

-Juli 2013

Alamat Penciptaan


Suatu ketika, dalam kesyahduan semut dan gulanya, tiba-tiba lubukku berdehem, katanya 

"untuk apa kamu diciptakan?",

pertanyaan sepele pikirku, sejak masih madrasah pun aku sudah tau.

"untuk beribadah padaNya tentu", jawabku ringan, seringan Tuhan menciptakanku tempo itu.

Lantas dia berdehem lagi,
"masih ingat juga kamu bacaan itu"
"tidakkah kamu punya bacaan sendiri di dalam dirimu?", tambahnya, pertanda jawabanku tidak mencukupkannya.

"supaya menjadi khalifah di muka bumi", jawabku cepat, seolah tak ingin diremehkan.

"sudah berapa lamu kamu mengingat jawaban itu?", belum ada pertanda baik.
Kulirik semut itu, dia hanya melengos lalu berlalu begitu saja, gula yang dibawanya pun tak kalah sinis kala melihatku.

Ia masih diam, perlahan kabur, seperti hendak menghilang. Kemudian ia berbisik pelan

"bagaimana kamu bisa tau romantisnya diciptakan Tuhan dan menjadi manusia tanpa menjadi manusia?".

Pertanyaan sulit

Lahir



Entah berwujud apa aku waktu itu, ada rasa nervous, mungkin, ada lisan yang berlatih ucap ratusan kali. Ya, tentu aku ingin sampaikan jawaban terbaikku, maka tak lupa pula aku kenakan baju terbaikku, baju kefitrahan itu tentu. Lalu, ketika saatnya tiba...

"Aku iki Tuhanmu to le (Bukankah aku ini Tuhanmu)?" (A'raf:172)

Aku sadari betul, mungkin, bahwa dengan kemantapan dan keta'dhiman yang terhinggap dalam setiap komponen jiwaku, dengan harapan penuh bahwa momentum ini, adalah momentum yang sungguh sangat aku inginkan untuk tidak melupakannya sedikitpun, aku jawab

"Leres Gusti (Betul), saya bersaksi" (A'raf:172)

Jawaban itu adalah jawaban yang sama, jawaban itu adalah jawaban protokoler, dan ia pun lahir, terucap dari chip-chip kesungguhan - yang sesungguhnya - yang sama.

Maka ketika aku telah terbentuk menjadi sebuah entitas sempurna, ternyata aku lalai, aku seolah mengharap kelupaan pada momentum itu. Ternyata aku lali, aku seolah hanya ingin mengingat momentum-momentum yang sesungguhnya tidak akan pernah aku ingini (andai aku sadari itu).

Lalu, ketika Dia mengingatkannya di akhirat kelak, dengan kesopanan, dan tutur bahasa yang lembut layaknya seorang hamba, aku menghatur

"(Ngapunten Gusti), sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini" (A'raf:172)

Alhamdulillah, ternyata kesopanan dan kelembutan itu tak menghindarkanku dari meja registrasi neraka.

"Kulo ikhlas mlebet neroko njenengan Gusti (saya ikhlas masuk nerakaMu, Tuhan)"

Ya, memang sudah seharusnya aku nerimo (ikhlas menerima). Siksa itu toh memang perih tak terperi.