Thursday, June 9, 2022

HARI KELESTARIAN MANUSIA


Hari lingkungan hidup memang telah lewat, hari dimana di banyak tempat diperingati dengan menanam pohon, bersih sungai, aksi damai bertema lingkungan, atau aksi-aksi lain yang berkaitan dengan isu konservasi lingkungan. Pada hakikatnya, kita tidak begitu perlu dengan hari lingkungan hidup. Maksudnya, bahwa kegiatan konservasi lingkungan tidak harus dimulai dan dilakukan pada hari itu saja. Kegiatan konservasi adalah kegiatan berkelanjutan, bukan kegiatan sekali waktu. Tetapi barangkali, sebagai masyarakat yang cenderung punya ingatan jangka pendek, hari lingkungan hidup bisa jadi diperlukan sebagai momentum pengingat bahwa proses konservasi lingkungan masih dan harus terus berjalan.

Aktifitas konservasi sekilas memang terlihat bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan, kelestarian alam. Meskipun pada ujungnya, sebetulnya aktifitas itu juga adalah upaya untuk melestarikan manusia itu sendiri. Menjaga kelestarian alam sama halnya kita menjaga asupan yang baik dan menyehatkan bagi proses respirasi di dalam tubuh kita. Menjaga kelestarian alam sama halnya kita menjaga agar sapi-sapi itu bisa makan rumput enak dan sehat, lalu dagingnya pun akan menjadi nutrisi sehat dan menumbuhkan kebaikan bagi kita. Menjaga kelestarian alam sama halnya kita menjaga agar banjir dan tanah longsor tidak menjadi sebab potensi porak porandanya kelestarian manusia.

Tuhan menciptakan alam semesta dengan kompleksitas yang mungkin tidak pernah kita bayangkan. Sekecil apapun entitas pasti memiliki relasi dengan entitas yang lain secara langsung ataupun tidak langsung, kecil maupun besar, bagi yang mau menggali dan berpikir rumit. Seunit virus pun pasti memiliki relasi dan dampak bagi segerombolan bintang di angkasa sana, entah besar, entah kecil. Maka upaya sekecil apapun yang kita proseskan untuk kelestarian alam pasti berdampak juga terhadap keseimbangan dan kelestarian hidup manusia. Gelombang positif yang kita getarkan untuk kelestarian alam itu kemudian akan mengular, sambung-menyambung hingga ke-positif-an itu akan sampai kepada kita jua.


Narasi diatas mungkin terdengar manusia-centris, dan memang sengaja dibuat agar framenya menjadi manusia-centris. Kita terkadang agak sulit mengupayakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan badan kita, diluar ekosistem pikiran dan tubuh kita. Kita terlalu sulit membayangkan efek buruk suatu hal terhadap beruang misalnya, atau pohon jati misalnya, dibanding membayangkan efek buruk yang akan terjadi pada kita. Toh, kalau mau dipikir ulang semua gerakan lingkungan bisa jadi diinisiasi oleh ketakutan akan kepunahan populasi dan hilang kenyamanan hidup manusia.

Kita ambil contoh, memang kenapa kalau ada global warming?, Global warming akan menyebabkan suhu bumi meningkat, es di kutub akan mencair, ekosistem laut terganggu, perubahan iklim tidak menentu, kepunahan berbagai spesies hewan, dsb. Ekosistem laut terganggu tentu lebih sulit anda bayangkan, dibanding membayangkan bahwa efek global warming akan membuat kita kelaparan, penyakit akan mudah menular dan segala efek yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan kita. Bisa jadi, kita sebetulnya tidak betul-betul peduli pada alam. Kita mungkin hanya peduli pada diri kita sendiri, pada kenyamanan diri kita sendiri.

Tapi mau bagaimana lagi, lha memang umumnya kita lebih mudah memikirkan diri sendiri dibandingkan orang lain.

Salam,
Ditulis di belantara alam kota

Thursday, February 17, 2022

731 Hari

Pada awalnya, berjalan di pematang sawah adalah hal yang tidak sekejap mudah, kaki-kaki harus terbiasa, tangan harus mengayun sigap menjaga keseimbangan, pandangan harus awas melihat situasi. Barangkali karena takut terjerembab lumpur, lalu baju menjadi kotor. Atau tak siap pada apa-apa yang ada dibalik lumpur, tak suka pada hal-hal yang tak terprediksi memang wajar.


731 hari bersamamu menurutku juga terlalu sekejap, kaki-kaki kita ternyata masih terus membiasakan diri, tangan-tangan kita masih perlu mengayun agar seimbang, pandangan kita belum cukup awas melihat situasi. Bisa jadi, ratusan hari mendatang juga masih akan terlalu sekejap.

Maka sayangku, perlahan mungkin bisa kita mulai dengan berfantasi, andaikan kita terjerembab, bahkan tersungkur wajah kita di lumpur, kita harus tetep saling menertawakan, betapa lucunya kita, tubuh penuh lumpur bak kerbau mandi di siang hari. Persis seperti saat kita menertawakan helmmu yang hampir jatuh ke selokan waktu itu. Menertawakan artinya membuang ratap, membuang ratap artinya bersyukur, bersyukur artinya kita telah menemukan keindahan pada segala sesuatu yang kita lihat, karena keindahan hanya bisa terpancar oleh Yang Maha Indah.

731 hari bersamamu memang terlalu sekejap, untuk tahu dan memahami.

731 hari bersamamu memang terasa sekejap, meski sudah banyak prediksi yang telah kita bangun untuk hanya sekedar menyapa pada ruang dan waktu yang tepat.

731 hari bersamamu memang hanya sekejap, tapi buncahan perasaanku padamu terkatalis setiap saat.

Terima kasih untuk 731 hari yang entah bagaimana aku menyebutnya.

Mari kita titi hari demi hari dengan rasa syukur, supaya terlimpah ziyadah hubb ila Allah, cinta pada Yang Maha Mencintai.

Semoga kita selalu sujud dan mengajarkan kesujudan

Kaf Shalluala Muhammad

Dahulu di kampung kami, pernah ada semacam tradisi membuat kaligrafi arab bertuliskan nama anak, plus keterangan nama latin dan tempat tanggal lahir. Kaligrafi itu lalu difigura atau dibiarkan polosan begitu saja lalu biasa digantung di ruang tamu atau ruang keluarga. Dari situ, para tamu biasanya bisa tahu shohibul bait punya berapa anak, namanya siapa saja, usianya berapa. Para perajin kaligrafi itu biasa mangkal ketika ada acara-acara kampung, bisa pas pengajian, sedekah bumi, atau acara-acara kebudayaan lainnya.

Sekarang, tradisi itu entah masih ada atau tidak. Barangkali bagi para orang tua waktu itu, memiliki anak adalah sebuah prestasi, dan kaligrafi itu adalah semacam piagam penghargaan. Lebih dari itu, bagi kami, memiliki anak adalah rasa syukur, syukur bahwa telah lahir sebuah entitas yang insyaAllah akan turut serta bersama alam semesta untuk menjaga dan melanjutkan tradisi sujud kepada Allah dan bersholawat kepada kanjeng Rosul. Tugas berat menanti.

*kagem anandaku Kaf Shalluala Muhammad

Buku "BAHASA KIMIA"


Salah satu buku yang terngiang-ngiang bagi saya ketika merapikan Bahasa Kimia adalah The Periodic Table, buku karya Primo Levi, seorang kimiawan yahudi asal italia. Isinya mengejutkan buat saya. Saat itu, hampir sepuluh tahun lalu, saya membelinya karena judul, ekspektasi saya adalah bahwa saya akan mendapati sebuah buku yang akan membantu saya mempelajari khazanah perunsuran. Nyatanya, isinya murni cerita, semacam autobiografi penulis – yang tentu saja masih ada kimia-kimianya karena dia seorang ilmuwan.

Barangkali, itu adalah ‘buku kimia’ paling menyenangkan yang pernah saya baca, buku yang meskipun saya dibuatnya terkejut, tapi sangat memorable dan saya begitu bahagia membacanya.

Bahasa Kimia, yang barangkali nanti akan ada di tangan anda ini, tidak bermaksud saya buat semacam itu. Buku ini mungkin akan mengejutkan buat anda, karena anda tidak akan menemukan Asam Klorida, Covalent Bond, Haworth Projection atau istilah-istilah rumit kimia lain di dalamnya. Malah, anda mungkin hanya akan menemui serpihan-serpihan tulisan yang barangkali akan sulit anda mengerti.

Bagi saya, buku ini sangat personal, selain karena saya tulis untuk diri saya sendiri, tulisan-tulisan di dalamnya seperti memutar ulang kejadian-kejadian lampau ketika hidup saya begitu selo. Hehe. Bagi anda yang selo dan ingin merasakan bagaimana sia-sianya membeli sebuah buku. Silakan dipesan, saya persilakan.

Friday, May 22, 2020

Satu Tarikan Nafas



ما من نفس تبديه الا وله قدر فيك يمضيه

“Maa min nafsin tubdiihi illa walahu qodrun fiika yumdhih”

-Tidak ada satu nafas pun terlepas darimu melainkan disitu terdapat pula takdir Allah yang berlaku atasmu.

Maqolah indah dalam Hikam ini seperti menyayat berkali-kali, ada bebal yang sepertinya tercabik-cabik.

Satu tarikan nafas itu tentu bukan proses sederhana. Di dalam satu tarikan nafas itu, ada paru yang menarik-hempas, ada otot-otot yang menyiut-renggang. Di dalam satu tarikan itu ada molekul-molekul kimia yang saling berkolisi, saling berelektrik, menghasilkan entitas baru molekul yang membangkitkan, memberikan energi yang terdistribusi ke seluruh bagian dalam tubuh kita.

Satu tarikan nafas itu juga soal tumbuhan yang berespirasi, menghasilkan oksigen-oksigen segar sesuai pesanan penciptaNya. Satu tarikan nafas itu juga tentu melibatkan matahari yang menjaga asupan foton dan energi-energi tak kasat bagi tumbuhan, angin yang mendistribusikan udara itu ke segala penjuru.

Satu tarikan nafas itu juga lahir dari pabrik-pabrik yang mengepul, asap knalpot yang terkonversi dari reaksi-reaksi menakjubkan. Satu tarikan nafas adalah siklus, dari serangkaian panjang proses kimia yang entah bagaimana selalu mampu menghadirkan satu tarikan nafas yang menghidupkan.

Satu tarikan nafas itu Allah persembahkan bukan hanya sekedar lewat asupan udara yang cukup, tetapi Allah jaga Buminya supaya siklus kehidupan didalamnya tetap berjalan, Allah jaga keseimbangan matahari dan planet-planet pengitarnya supaya tidak saling bertabrakan, Allah jaga keseimbangan galaksi-galaksi, semesta raya.

Ya, Allah jaga keseimbangan semesta raya ini untuk satu tarikan nafas itu.


Friday, May 1, 2020

Lelaku Riya'



Ada yang menarik dari teman saya ini. Katanya, dia sedang menjalani riya', lelaku riya'. Segala-gala ibadahnya ia sengaja pamer-pamerkan ke saya.
Saat makan : suara bismillahnya sengaja ia keraskan sebelum makan. Apalagi alhamdulillahnya, terdengar seperti malah naik beberapa desibel.

Saat dhuha : ia sengaja tetiba datang ke tempat saya, sholat 6 rokaat lalu pergi lagi.

Saat tahajjud : dibangunkannya saya, lalu disebelah kasur saya dia sholat. Ya, hanya dibangunkan, tak disuruh dan diajak apapun.

Saat puasa : diajaknya saya pagi-pagi ke warung. Cuma untuk bilang sesampainya disana "sana kamu pesan sarapan, saya lagi puasa".

Saat di masjid : saya sengaja ditungguinya, beberapa meter menjelang dia, tangannya mengulur ke kotak amal. Tepat didepan pandangan saya.

Belakangan saya paham, dia ternyata tau saya sering lupa berdo'a makan, tau kalau dhuha tak begitu saya hiraukan, tau bahwa sepertiga malam saya hanya untuk molor-moloran saja, tau setau-taunya kalau saya tak bisa tahan lapar, dan tau bahwa saya, sering enggan menyisihkan sedikit uang untuk kotak amal.

Ya, sekali waktu pamerilah kami ibadahmu, jangan egois, lalu khawatir dengan kesucian ibadahmu. Ya, pamerilah kami, supaya kami yg sering lupa menjadi ingat. Supaya ibadah kami, yg jarang ini menjadi kerap. Lagi pula, riya' tidaknya kan bukan soal perilakumu, perwujudanmu, tapi hatimu.

Dan saya akhirnya tau, didalam hati teman saya tak pernah ada saya, tapi Dia.


*< November 2015

Thursday, March 19, 2020

Lembar Penghayatan


*-)Tulisan ini saya lampirkan bersama ratusan lembar bundel naskah skripsi, sebagai lembar penghayatan di lembar awal. Terkadang saya merasa, isi skripsi saya sebenarnya adalah selembar tulisan ini, sedang lembar-lembar yang lain hanya lampiran-lampiran. Tulisan ini barangkali memang kurang berisi, tetapi paling tidak, dari ini akan muncul satu kesadaran baru, bahwa sesungguhnya saya tidak bisa apa-apa, kita tak berhak untuk bisa apa-apa.  

--------------------------------------------------------------------------------------------------   

Mendadak dalam satu tidur lelap, ada yang membukakan pintu mimpiku.

“Selamat datang”, katanya.

Rupanya tak asing, tapi juga tak ingat betul. Dipersilakannya aku masuk, ternyata sudah hadir begitu banyak ke’tak-asing’an yang lain. Aku duduk di tengah mereka, seolah terdakwa persidangan.

“Muhamad Khoirur Roziqin”, salah seorang mereka memanggil.

“ya, betul”.

“Kamu sudah mengenal kami, meskipun tak cukup baik. Kami hanya ingin mengingatkan, perkenalanmu dengan kami seperti halnya kehidupan, ‘mung mampir ngombe’, hanya persinggahan. Karena perkenalanmu yang sesungguhnya adalah menuju Sang Pemilik Kami. Kesadaran tentang itu harus kami beritahukan supaya kamu tidak salah kenal, tidak salah tuju. Bahwa kami adalah semu seperti halnya dirimu. Kita adalah kesemuan yang lahir dari keniscayaanNya”.

Meskipun lamat, rupa-rupa mereka semakin jelas.

“Dari mana aku memulai?”

“Dari balik halaman-halaman kertasmu”, katanya.

“Putih, kosong. Hanya samar-samar bayangan tulisan yang terlihat”, jawabku.

“Itulah hakikat yang kamu kerjakan selama ini”.

“Belajar adalah proses menyadari kesemuanmu. Tujuan belajar adalah memahami ketiadaanmu. Daya yang menggerakkanmu, pikiran yang kamu elukan, indra-indra yang kamu gunakan hanyalah ‘nyambut’, meminjam dari Yang Punya daya, Yang Memiliki dirimu. La khaula wa la quwwata illa bi Llah”.

Sekarang menjadi jelas. Mereka adalah reaktor yang aku rancang asal-asalan, pompa-pompa yang aku hitung serampangan, vessel-vessel yang aku bentuk tak karuan. Mereka yang terkandung di dalamnya formula-formula kinetika yang mulia, notasi-notasi Bernaulli yang melegenda. Maafkan aku eyang Joule atas Thermo satunya, eyang Clasius atas Thermo duanya, aku sungguh tak mampu menempatkan masterpiece kalian itu dengan baik dan beradab, maaf.

Aku terbangun, mendapati diriku seperti orang linglung, yang tadinya jelas menjadi samar, lalu mungkin beberapa jam kedepan akan hilang, tiada. Pesan-pesan perancanganku tadi, sepertinya akan hilang menyusul pulihnya kesadaranku.

“Manusia bebal”, bathin mereka.    


-*) Yogyakarta, Agustus Waktu itu, di Tahun ke7 akhir studi