Tuesday, December 25, 2012

Fantasi dalam Imaji


Tulisan ini dibuat awal tahun 2009 (last year senior high), seusai mencumbu rimbunan hutan Kalimantan.

Kumulai perjalanan itu dengan menengadah, memohon perlindungan dan kejelian atas keindahan alam yang akan di sajikan sebentar lagi. Sebuah perjalanan yang sangat biasa bagi orang di sana. Tapi teramat sangat istimewa bagi diri kolotku ini, sebuah perjalanan imajinasi. Pemunculan kembali sebuah naluri proporsional yang sangat signifikan bagi masa depanku. Naluri yang akan membawaku menjelajahi keindahan sains dan kesastraan sebuah karya ilmiah. Naluri ini adalah insting yang akan kembali menggugahku dalam menentukan sebuah pilihan secara matematis, logic dan akurat.
Kulangkahkan kaki, diiringi semilir ilalang yang tertiup angin pagi itu aku mulai membuka tameng-tameng yang telah mengeraskan pikiranku selama ini dengan hati yang memandang tajam setiap pepohonan yang bergerak kesana kemari. Menapaki langkah demi langkah jalan setapak yang mulai tampak rimbun, lebih rimbun dibanding saat pertama kali aku melewatinya dulu (2 tahun lalu). Dulu, tujuanku kesini adalah mengembangkan pemikiran ku yang masih hijau, membentuk pola pikir yang obyektif. Tapi semua itu perlahan telah pupus. Makanya, aku mulai mengumpulkan kembali ceceran-ceceran yang telah terberai itu. Sayatan rumput duri, goresan batu kali tak terasa sedikitpun, seluruh tubuhku seolah hanya ada pada pandanganku yang sekarang sedang melihat takjub pada originalitas ciptaan sang Maha…,
Wanginya alam ini takkan pernah kalian temukan di kotamu, alunan music alam ini takkan pernah kalian temukan di panggung manapun. Fantastic…
Saat kalian mendengar percikan air di ujung sana. Akan kalian ketahui bahwa di sanalah kumpulan air tengah terjun bebas menghempas sesamanya, menyusuri jalan sepanjang muara laut yang berkelok-kelok.
Ketika kau mencoba untuk menghalanginya, penatmu akan terikut, kesombonganmu akan mengkerut dan ketakutanmu akan teringsut entah kemana.
Disitulah semuanya seolah akan terasa kembali pada hakikatnya.
-0- 
Saat kalian mulai berfantasi dalam imajinasi, nikmatilah kegemerlapan celah sempit di alam ini. Saat kalian bingung cara berfantasi dalam imajinasi, mulailah dari alam. “Kenapa benda bisa jatuh?”, karena seperti itulah Newton memulai. “kenapa burung bisa terbang?”, Karena seperti itulah Wright bersaudara mulai berkarya. Sesungguhnya alam ini mengandung banyak peluang, yang akan dapat kalian temukan dengan mulai berfantasi dalam imajinasi. 
-0-
Segmentasi yang terjadi pada setiap hidup manusia memang seperti ini. Fluktuasi seolah wajib terjadi untuk memperoleh kelinieran. Nah, kelinieran itulah yang sekarang menghantuiku, menakutiku dengan keghaibannya. Kelinieran itu memang tak serumit persamaannya. Tapi ketidakmatematisannya itulah yang membuatnya tak tertelusur.
-0- 

Wednesday, December 12, 2012

Pendakian Spirit Mutualis

Pendakian kali ini memang sedikit berbeda. Ya, pendakian yang tidak banyak berbeda inilah yang membuatnya sedikit berbeda. Hmm
            Matahari sudah menyingsing cukup terik, menampar bulir-bulir embun untuk segera beranjak. Sesekali siluet-siluet rumah serasa menggoyang badan, aku memang sudah terjaga, tapi fokusku sedang tidak sempurna. Logistik memang sudah tersiapkan, peralatan pribadi yang sudah jadi kewajiban tak perlu lagi ditanyakan. Entah kenapa, kali ini aku ingin termenung, mencermati lelaku semut berebut jemur, mendermakan dengar untuk sekedar merasakan air yang terpental dan lagi, kulantunkan suara senyap yang terdengar merdu. Merduku itu tentang diamku, merduku itu tentang suara-suara riuh di sekitarku. Tiba-tiba, sontak aku merasa terkaget,

“hai kawan, apalagi yang kau risaukan? Berangkatlah sana, cari pencarianmu!. Kau terlalu banyak merenung”, sang semut memang terasa cukup mengagetkanku

“sudah, cukuplah kau merenung!, benar kata dia. Pantas saja kau tak pernah punya pacar selama ini”, si air tanpa dinyana ternyata ikut juga.

“........”, diamku semakin merdu.

            Aku bersiap berangkat, sudah jam 11, cukup membuat mas Zaeni terlihat berang. Pantaslah ia bersikap seperti itu, perjanjian yang kami buat dengan saling mengiya kemarin itu tercantum pukul 8 pagi.  Atau, mungkin saja karena kemarin kami lupa berinsyaAlloh, beginilah jadinya. Tapi biarlah, bukankah Alloh yang punya skenario, cukup kami menjalankannya saja. Mungkin sesekali ada prasangka, kekhawatiran bahwa “ah, rencana kami meleset”, sesungguhnya itu semua sengaja dipelesetkan oleh-Nya. Sebagai aktor yang baik, sudah seharusnya manusia pandai berimprovisasi, “alhamdulillah meleset”, sehingga diharapkan yang muncul adalah syukur tiada henti, syukur yang sustain, syukur yang melesat.
            Motor kali ini melesat cukup lambat, bukan karena tidak ingin cepat, tetapi karena tidak ada hasrat untuk melaju cukup cepat. Toh, siang itu langit terlihat cukup teduh, jadi sholat dan makan siang dipinggir jalan agaknya menjadi pilihan tepat. Itu artinya kami menjadi musafir, secara emosional aku sangat suka kata itu, musafir. Sebuah sebutan yang identik dengan perjalanan, yang dirunutkan sebagai aktifitas diperjalankan. Aku menangkap aura bergerak terus, tiada berhenti, bukankah kasih ibu sepanjang jalan. Dari situ -diperjalankan- lah kemudian bermunculan cerita dipertemukan, diperlihatkan, diperdengarkan, dan lain sebagainya. Ini terasa seperti dunia/hidup penuh kejutan.
            Ungaran, itulah gunung tujuan kami. Gunung menjadi pilihan karena kami merasa gunung adalah pribadi yang membumi, menancapkan pancangnya hingga begitu membumi. Bukan berarti ada yang salah dengan langit, justru ini tentang keterbatasan-keterbatasan yang menyebabkan kita menjadi sangat melangit, memandang langit menjadi tampak begitu indah, menikmati sapuan awan yang terkesan abstrak tapi sangat eksentrik bahkan cukup artistik. Hari sudah sore memang, ketika kami sampai di basecamp, sehingga cukup untuk menyempatkan sholat di masjid kampung. Ini juga yang menyebabkan kami lebih memilih jalan belakang, bukan jalur konvensional, yaitu jalur gedong songo. Jalurnya tidak begitu belukar, diawal malah cenderung didominasi perkebunan, kebanyakan sayuran memang.
            Langit menjadi cukup gelap ketika kami malah dihadapkan pada jalur yang sedikit belukar. Sehingga kami memilih menelikung melewati jalur-jalur terasiring, seperti teras-teras kecil. Tempat inilah yang kemudian menghentikan kami selain karena hari yang semakin gelap. Segera kami dirikan tenda diteras teratas itu dengan sedikit bergegas. Tiba-tiba karenaNya, angin berhembus dan ternyata menyingkap kabut. Agaknya gelap masih menyisakan sedikit terang, senja kala itu menghadirkan sosok sumbing dan sekelumit tubuh merapi-merbabu, ditambah kemilau rawa pening. Hingga gelap memang karena malam, keindahan milikNya itu masih saja ada. Malam itu, aku merasa dihati masing-masing kami saling berucap “alhamdulillah, meleset”.
-0-
            Pagi yang cukup cerah, menghadirkan sunrise di serat-serat rerumputan. Jadi tak perlu lagi aku mendongak, karena kemilau mentari sedang terinjak dibawahku. Pagi itu kami tidak terlalu bergegas, biarkan Dia yang menggerakkan. Sesekali kami lantunkan ayat-ayat Al-qur’an, menghadirkan ruh bagi jasad-jasad semesta yang sedang terhampar.
“terimakasih telah membantuku menghidupkanmu”, ucap sebuah pohon diseberang tenda yang terhembus angin pagi.
Ya, hakikatnya memang aku yang dihidupkan, merangsang elemen-elemen jasadiyah diri agar menghidupkan ruhiyah yang semakin mendekati mati.
            Bismillah, kami akan memulai pendakian kembali. Sebotol jagung sudah disiapkan sebagai tasbih. Kami sadar betul, dzikir kami hanyalah dzikir masyarakat iman menengah kebawah, dzikir-dzikir yang mungkin hanya terucap. Dan kami sadar betul bahwa alam semesta ini berdzikir tiada henti padaNya dengan sangat tulus dan tunduk. Maka kami harap setiap biji yang terlempar karenaNya menjadi termakan oleh burung yang sudah teruji taatnya pada pemiliknya, terlumat oleh mikroba-mikroba yang selalu amanah pada tugas dariNya sehingga menghadirkan pupuk-pupuk bagi tumbuhan yang selalu berdzikir, terpakai oleh semut-semut untuk berpesta dengan senantiasa menyebut namaNya.
            Tasbih kami masih tersisa, pendakian tidak kami teruskan hingga puncak. Karena puncak itulah akhirnya kami memutuskan untuk turun, menghabiskan sisa jagung/tasbih ditengah guyuran hujan.

“hai kawan, katanya kamu sedang tak punya pacar?. Tak usah risau, teruslah berdzikir!” seru segerombolan semut yang tengah membopong tasbih

“......” merduku semakin bersuara.
-0-

Sunday, December 9, 2012

Antara Nyata dan Ternyata (Maemunah 2)


Nyata, karena ku harap ia nyata, karena ia memang begitu nyata dalam imaji rasa. Ia kubentuk supaya jadi nyata, recehan kata ini saja sengaja tercipta supaya merangkum tunainya. Tapi biar Allah yang meruhkannya, menyatakannya untuk hambaNya ini. Atau pun

Ternyata, ia tak menjadikanku Maemunah yang ini, tetapi yang itu. Itu yang tak pernah kuduga, itu yang bahkan membuatku sendiri ternganga. Tidak semata karena dilebihkan, atau bahkan dikurangkan, karena itu lebih dari sekedar kejutan.

Thursday, November 8, 2012

Eksotisme Matalurgi Al-Qur’an

“Berilah aku potongan-potongan besi!, Hingga kedua (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “berilah aku tembaga (yang mendidih) agar ku tuangkan ke atasnya (besi panas itu)” (QS. Al-Kahf (18) : 96)

           Atom-atom besi mulai menyiapkan barisan, membuka tangan-tangannya. Pasukan ini sadar akan kedatangan tamu agung sekaligus sahabat baiknya. Gerombolan tembaga datang, perawakannya memang terlihat lebih berisi.
Sekali lagi Al-Qur’an kembali menghantarkan kita pada sebuah fenomena sains, sebagaimana Al-Qur’an telah menghantarkan umat muslim melalui kompleksitas dan juga pluralitas kehidupan dunia dalam menggapai ridho-Nya. Sains, social, filsafat, ekonomi, militer, dan banyak bidang lainnya telah difasilitasi oleh Al-Qur’an, maka tidak salah kita sebut Al-Qur’an sebagai kitab multidisipliner.
Sebuah teknik metalurgi telah diperkenalkan Al-qur’an. Menuangkan tembaga panas di atas besi panas untuk membentuk sebuah campuran kuat yang bahkan disebutkan tidak bisa dilubangi (QS 18 :97). Sebuah pertanyaan kemudian muncul, “kenapa tembaga dituang di atas besi, bukan sebaliknya”. Inilah Al-Qur’an, ia menggapit pikiran-pikiran para pecinta sains, melibatkannya dalam multidimensionalisme objek.
Yang kemudian tebesit secara sederhana adalah densitas dari kedua logam tersebut. Besi memiliki densitas 6.98 gr/cm3 (pada titik leburnya), sedangkan tembaga berdensitas 8,02 gr/cm3 (pada titik leburnya). Kalau dianalogikan dengan minyak dan air dimana ketika minyak (densitas : 0.8-0.9 gr/cm3) dituang diatas air (densitas : 1 gr/cm3) maka minyak hanya akan berada diatas air. Tidak ada upaya menerobos sela air. Tetapi ketika dilakukan sebaliknya, air yang dituang di atas minyak, maka air akan menerobos, melewati bagian atas hingga bawah minyak, meskipun tidak terjadi pencampuran (factor kepolaran kedua zat). Tetapi ada upaya air menerobos sela minyak disepanjang bagian.
Menjawab pertanyaan diatas, jika besi di tuang ke atas tembaga, maka besar kemungkinan besi hanya akan bercampur dengan sedikit dari bagian atas tembaga. Tetapi jika sebaliknya, tembaga yang dituang ke atas besi akan menerobos ke seluruh bagian besi sehingga dicapai sebuah homogensi pada campuran tersebut. Homogensi itulah yang kemudian meningkatkan kekuatan dari aliansi kedua logam tersebut.
            Akhirnya mereka bersuka cita, membaur, saling merengkuh ikatan.
Syaikh Jauhari Thantawi mengatakan dalam tafsirnya, Al-Jawahir, bahwa terdapat 750 ayat kauniah, ayat-ayat tentang alam semesta, dan hanya sekitar 150 ayat fiqih. Ini menjadi ladang luas bagi para pecinta ilmu alam untuk kembali menggali, memikirkan, memberdayakan oleh pikirnya untuk mengungkap bahwa Al-Qur’an menyimpan semua fenomena jagad raya yang insyaAlloh akan semakin menyimpul kuat iman kita padaNya, Sang Maha Penguasa Jagad Raya.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri, duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Al-Imran (3) : 190-191)


             

Friday, October 26, 2012

Maemunah (1)



Duhai rasa, yang kerap menolak Maemunahku, yang sering tak mengijinkanku sekedar mengkhayal dia.  Aku ingin kamu mengelabu, sejenak saja. Aku ingin kamu berdusta, kali ini saja.


Katakanlah!,

tentang gelisahku yang semakin menyana, tentang harapku yang semakin menganga.
Kamu tahu, bahwa takbir-takbir itu telah menguliti selaput-selaput nurani, bahwa malam ini sungguh aku tak boleh menggelisahkan apa-apa lagi.

Tuesday, October 2, 2012

Ibarat Bintang



Duhai bintang, kenapa dirimu begitu dielukan. Padahal ada begitu banyak serupamu. Pengibaratan atasmu bukankah menjadikan'nya' biasa.

Baiklah bintang, akan ku beritahu lelaki itu.

Hai para lelaki, ajaklah pengibaratan atas wanitamu menjauhi bintang. Sungguh ibarat terbaiknya adalah dirinya sendiri. Karena ia tak ada serupa.



Sunday, September 30, 2012

Pertanda Bahasa



            Biarkan pada koma menjeda kata, rentetan ucapan menjadi paham. Ia menjegal huruf-huruf yang gegabah, agar dirimu menjadi Maemunah saja. Bukan itu atau apa-apa yang lain.


[bagian rumit dari pertanda bahasa]

Thursday, September 27, 2012

Gerakan Tidak Logis

'Anak muda, khususnya mahasiswa itu memang harusnya sesekali melakukan dan memikirkan hal-hal yang tidak rasional dan tidak logis. Supaya ada penyegaran dan penajaman. Cobalah sesekali semedi atau mandi kembang tujuh rupa'
-Sebuah sms yang kukirim ke beberapa teman

Dunia ilmiah menuntut para pelakunya untuk senantiasa melandasi segala penalaran dan analisis terhadap fenomena-fenomena dengan logika-logika dan rasionalitas. Baik itu berdasarkan teori yang sudah ada ataupun orisinalitas. Aktifitas tersebut menurut hemat saya lantas akan membentuk pola pikir yang sangat sistematik dan logis, dan dikhawatirkan akan menjadi 'belingsatan', tidak tau 'panggonan'. Segala apa menjadi dilogika. Tidak salah memang, ketika konteksnya adalah ranah manusia dan samping kanan kirinya. Karena memang untuk memanusiakan manusia, Tuhan menciptakan logika lewat akal-akal mereka. 

Tau diri akan wilayah-wilayah logika agaknya mungkin akan membuat kita bijak, mencoba hal-hal tak rasional dan logis mungkin saja akan membantu kita mempersiapkan diri supaya tidak 'gumun', tidak kaget. Bahwa ternyata 'Tuhan' tidak bisa dilogika, bahwa ternyata banyak sekali ranah-ranah yang menuntut kita untuk menanggalkan baju-baju kemanusiaan.

semedi dan mandi kembang bisa jadi sangat logis dan rasional ketika kita mencoba untuk membawanya ke dimensi itu. Tapi, mari kita coba lakukan tanpa tendensi itu. 

Selamat melakukan aksi "Gerakan tidak Logis" hehe 

Thursday, August 30, 2012

Hari Raya Kemerdekaan Indonesia


Momen 17 Agustus tahun ini yang sengaja Alloh sandingkan dengan Hari Raya Iedul Fitri adalah anugrah spesial yang diberikanNya khusus untuk Masyarakat Indonesia. Hari kemerdekaan memang bukan hari raya keagamaan, tetapi boleh diyakini bahwa para pejuang kemerdekaan telah melandaskan perjuangannya pada nilai-nilai religiusitas. Lihat saja kerangka awal pancasila, atau perhatikan saja 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan 17 Romadhon, sebuah momen yang juga sangat sakral bagi masyarakat muslim. Para pejuang khususnya mencoba menghimpun spirit Nuzulul Qur'an agar Alloh memberikan berkah melimpah sebagaimana turunnya Kitab Suci Al-Qur'an yang membawa kemaslahatan bagi alam semesta.

Atau lihat saja tanggal kemerdekaan kita, ya, 17 Agustus (17-8). Sekarang mari kita lihat ayat 17 dari surat Al-anfal (surat ke-8).

Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu’min dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ayat tersebut memberikan pesan yang istimewa mengenai kemenangan. Sebagaimana Allah memberikan kemenangan kepada bangsa Indonesia 14 abad sesudah itu, yang juga menjadi titik tolak kedaulatan bangsa kita, Kemerdekaan Indonesia. Sebuah kemenangan yang disebutkan sebagai kemenangan yang baik. Kebaikan dengan kualitas tinggi, kebaikan yang memiliki standar yang mulia, kebaikan milik Allah. Bukan kebaikan menurut si Joko yang sholatnya saja terkadang masih tak lengkap, ataupun menurut si Julia yang masih sering kali su’udzon terhadap sesamanya. Kemenangan ini lantas seharusnya kita yakini bahwa Indonesia senantiasa berada dalam kasih sayangNya, bahwa Indonesia dengan jutaan kaum mu’minin di dalamnya akan turut serta menebarkan kebaikan kepada sesamanya, kepada dunia bahkan kepada semesta raya.

Indonesia mungkin tidak akan pernah menghirup hawa kemerdekaan, kalau lah para pahlawan-pahlawannya tidak dianugerahi Allah sifat-sifat yang mulia, nilai-nilai kejuangan yang luar biasa tingginya, perilaku-perilaku tawadhu’ yang mempesona. Karena, seperti halnya pada ayat diatas, sesungguhnya yang harus disadari lebih dahulu adalah kesadaran penuh bahwa keterlibatan Allah adalah mutlak terhadap setiap hal yang diperjuangkan. Hal ini yang kemudian akan mengubur sifat-sifat patriotik yang membabi buta, yang hanya akan membawa pada kecelakaan belaka.

Maka, Generasi penerus sudah semestinya turut serta meneladaninya. Mengingat kembali beberapa jenak, bahwa, sebagaimana kemerdekaan Indonesia tercinta, kaya, pintar, populer, dan berbagai pencapaian hebat kalian lainnya adalah bagian dari kehendakNya, bagian dari sya’n Allah dalam memenuhi permintaan makhlukNya.

Indonesia tercinta, insyaAlloh, adalah negeri yang sangat disayang Alloh. Masyarakat Indonesia mengemban amanah menebar kebaikan di semesta raya. Bersama-sama mari kita ucap syukur atas anugerah Allah yang luar biasa indah dalam hidup kita, kemudian mari ucap basmalah untuk melangkah lagi, menyambut kehendak-kehendakNya yang lain untuk Indonesia yang semakin baik.

Selamat Hari Raya Kemerdekaan Indonesia.  

Monday, August 20, 2012

Mencari Merah Putih di Jalanan

-Ini adalah Tulisan tahun lalu, sedikit persembahan untuk Indonesia tercinta. Sayang sekali tahun ini belum mampu persembahkan apa-apa untuknya.-.
Bukan aksi besar, hanya aksi kecil yang kuharap dapat berefek besar bagi diriku. Moment 17 Agustus tahun ini (2011.red) menjadi saat yang istimewa. Bagaimana tidak, 66 tahun yang lalu para pahlawan sedang mencari barokah nuzulul qur’an untuk segera mengumandangkan kemerdekaan Indonesia, 66 tahun yang lalu saat mereka juga tengah berpuasa.

Aku namai saja aksi ini dengan “Mencari Merah Putih di Jalanan”. Aksi itu muncul secara spontan beberapa jam sebelum tanggal 17 Agustus yang lalu. Sebuah keinginan untuk secuil saja merasakan atmosfer 66 tahun yang lalu. Kemudian aku berfikir aksi apakah yang harus aku lakukan. Kemudian aku berfikir untuk berjalan kaki saja. Sebuah aktifitas yang selama ini telah banyak membawaku belajar banyak soal kehidupan. Dan kali ini juga aku berharap ada pelajaran lagi yang bisa aku bawa.

Berangkat dari TAO (titik awal operasi) tepat pada pukul 06.45, rute kali ini adalah depan SPBU Tanjung Laut hingga Pelabuhan Lokhtuan, Bontang. Jaraknya sekira 7 km. Tidak banyak peralatan yang aku bawa. Hanya sebuah kamera untuk dokumentasi dan backpack yang kugantungi bendera merah putih kecil. Berimajinasi bahwa aku sedang dalam tugas mulia. Seorang pemuda dengan tugas besar membawa bendera merah putih ke ranah nun jauh disana. Dengan bismillah aku langkahkan kakiku, berjalan di tengah orang yang sedang sibuk berangkat untuk beraktifitas (kerja dan sekolah) sedikit membuatku menjadi pusat perhatian. Tapi apakah aku harus malu?, bukankah malu akan membuat kita berada pada kesesatan. Setidaknya kesesatan berfikir.

Tema yang kubawa kali ini adalah “Di pinggir jalan, merah putih itu diletakkan”. Jadi, aku mencoba untuk merekam (mendokumentasikan) berbagai macam hal yang menggunakan merah putih sebagai warna dominannya selain bendera. Banyak hal ternyata, jembatan, pintu gerbang, list rumah, dll. Entah disadari atau tidak mereka cukup berjasa me’merah putih’kan tanah air ini. Terlebih lagi ada beberapa produk yang semestinya Indonesia harus cukup berterima kasih pada mereka. Begitu banyak merah putih mereka tebarkan di sepanjang jalan. Produk apakah itu? 

1.Telkomsel
Salah satu Provider terkemuka di Indonesia yang mempunyai warna dominan merah dan putih untuk produk-produknya. Handphone di era sekarang seolah sudah menjadi kebutuhan primer bagi kebanyakan orang. Hal ini berefek pada banyaknya pemakaian provider juga. Akhirnya juga berdampak pada banyaknya counter yang menjual produk ini dengan label merah dan putih. Belum lagi baliho dan promosi media lain yang banyak bertebaran di jalanan. Terima kasih karena sudah membantu me’merah putih’kan Indonesia. Aku bangga karena aku juga menggunakan salah satu produknya.

 2.Coca cola
Meskipun bukan label asli Indonesia, setidaknya kita harus cukup berbangga. Produk-produk mereka cukup digemari di tanah air. Dengan berbagai macam media promosi yang kreatif, paling tidak mereka telah memberikan warna baru bagi merah putih.

3.A mild
Sebuah produk rokok yang cukup sering menghiasi jalanan ini memang dikenal cukup kreatif dalam media promosinya. Bahkan sering kali iklan yang dikeluarkan tidak mencirikan bahwa yang ditawarkan adalah produk rokok, sehingga kerap kali menjadi sangat akrab dengan masyarakat-masyarakat yang tidak merokok sekalipun. Iklannya pun banyak mengungkap isu-isu social konvensional yang biasa terungkap lewat sebuah pertanyaan-pertanyaan retorik. Seolah merah putih yang satu ini mampu mengekspresikan perasaan kebanyakan masyarakat Indonesia.

 dokumentasi yang masih tersisa
Dan masih banyak lagi sebenarnya. Intinya adalah bagaimana kita dapat memaknai merah putih agar selalu terngiang dimanapun kita berada.

Titik finis masih sekitar 200 meter lagi, dan waktu yang aku targetkan tinggal sebentar lagi. Mau tidak mau aku harus berlari, sambil berlari kembali aku merenung dan tak kuhiraukan lagi orang sekitarku. Seperti inilah para pendahulu berjuang, pantang menyerah, bahkan di detik-detik akhir kemerdekaan mereka berjuang lebih keras. Aku mencoba menganalogikan ini pada apa yang terjadi padaku saat ini. Ditemani rintik hujan akhirnya tepat pukul 08.45 (17-8-2011) aku berhasil mencapai tujuanku. Sebuah pelabuhan dengan pandangan laut lepas. Seolah telah kugapai kemerdekaan dan ingin kukabarkan pada dunia bahwa “Indonesia Merdeka” sambil lamat-lamat kuucap hamdalah kucium merah putih yang kugendong sedari tadi.
AKU BANGGA INDONESIAKU

repost dari FB ziqinium

Saturday, August 4, 2012

Ritual Dengar

Tak sengaja, waktu itu ku pejamkan mata, cahaya kamarku yang redup seperti menurunkan aktifitas penglihatanku. Entah kenapa, tiba-tiba aku seperti mendengar kebisingan. Kebisingan yang teramat, tetapi bukan kebisingan yang memekakkan telinga. Ya, mungkin ini seperti menurunkan kualitas ketenangan. Kalau orang kota bilang kebisingan mereka adalah kebiasaan, orang desa akan berkata itu adalah kebisingan yang sangat. Lantas, sebab apakah kebisingan itu?. Bukankah kemampuan pendengaran telinga manusia adalah 20 – 20.000 Hz, tetapi apakah kita sudah mengoptimalkan itu, merasakan getaran 20 Hz ataupun meraba bagaimana sensasi 20.00 Hz. Suara-suara modernitas sepertinya telah menafikan kemampuan super kita itu. Jikalau kita mau, komunikasi Kuda Nil pun bisa kita rasakan. Sebenarnya jutaan gelombang sedang beraktifitas disekitar kita, bisa jadi kebisingan itu adalah hasil resonansi Ledakan-ledakan senjata di Rohingya, yang kemudian semakin mengecil hingga seolah tak terdengar. 

Sungguh ada gemerisik pada frekuensi-frekuensi rendah itu, sehingga menyebabkan suara Motor nun jauh disana bisa terdengar jelas, suara tetesan air di kamar mandi 20 meter disana pun terdengar sangat mengganggu. Coba saja fokus pada satu suara kecil disana, setelah itu rasakan bahwa dirimu seperti telah mewarisi sensitifitas kucing. 

Langkah melakukan Ritual Dengar
  1. Baringkan tubuhmu disebuah ruangan dengan pencahayaan redup, pastikan tidak ada cahaya berlebih yang datang pada arah tertentu. Karena hal itu akan meningkatkan aktifitas indera penglihatanmu yang artinya akan semakin menurunkan indera pendengaranmu. 
  2. Ucapkan basmalah, atau do’a-do’a apa saja.
  3. Pejamkan matamu, mulai fokuskan diri pada indera pendengaran. Kalau perasaanmu seperti sedang mencari atau menyebar ribuan pasukan. Itu berarti dirimu sedang mulai fokus. 
  4. Perlahan fokuskan pada satu suara. Pertahankan selama 1 menit. 
  5.  Lakukan untuk fokus suara-suara yang lain. 
  6. Akhiri dengan hamdalah, atau do’a-do’a syukur. 
  7. Lakukan minimal sehari sekali untuk mendapatkan sensitifitas dan sensasi alam lain yang menarik.
Ritual ini bukanlah ritual agama, ritual ini adalah wujud dari jiwa manusia yang eksploratif, wujud syukur atas anugerah dengar yang sungguh tak dapat kita dustakan. 

Wednesday, August 1, 2012

Monday, July 30, 2012

Rindu Benzene

Kalian disana, bersama dengan aktifitas-aktifitas riil, mengalirkan keringat yang sudah menganal, menggundukkan kanal-kanal darah yang tampak hijau. Sebagian lagi berjerih payah memilin ilmu, menggairahkan syaraf-syaraf otak. 

Ya, sekarang kalian berbeda antar sesama. Timur laut, tenggara, barat laut dan barat daya adalah jalan berbeda yang menuntun kalian menuju arah yang sama, menjadi manusia. Kalian ingat, 4 tahun itu tanpa terasa telah menyamakan rasa, laku dan jiwa kita. 

Ingatkah, saat kalian saling mencinta antar sesama, rasanya seperti ada Ratu dan Raja diantara kita, atau saat kalian terkantuk dan menguap, betapa teganya pak guru itu menyuruh kita push up sampai berkeringat. Belum lagi tentang pecahan alat yang kerap membuat kita bermain curang, membuang begitu saja jejak-jejak keteledoran, juga tentang tato-tato perak nitrat yang terkandang membuat kita saling menghina dan merasa bangga. Ada canda, ada luka, ada curiga, ada kontra, ada sedih, ada bahagia. Ada-ada itulah yang membuat rindu menjadi ada. 

Aku rindu,  bukan untuk bertemu. Karena ku takut dengan bertemu aku akan begitu mudah untuk melupakan kalian. Aku ingin tetap rindu, agar diriku tetap terjaga untuk selalu memikirkan kalian. 

Salam Rindu Sahabat Benzene

Friday, July 27, 2012

Mbah Ahmad

Sering kulihat Bapak Tua itu berada di shaf belakang, belakang sekali, hampir berada di pojok dekat tangga. Rambutnya sudah sangat putih, badannya juga terlihat renta. Ia terduduk di atas kursi roda, terdiam, sesekali menunduk. Ada rasa gembira di hatinya tiap jum’at. Ya, sholat jum’at adalah saat dia berjamaah, bersama puluhan kaum mu’min lainnya. Dengan segenap keberdayaannya ia hadir.
Aura ketawadhu’annya terpancar mengkilat. Sudah 120 tahun ia hidup, menyandingkan dzikir dan khilaf dengan bijak. Masjid yang mubarokah nan teduh ini adalah bukti keikhlasan yang tiada tara. Bukti bahwa merumahi banyak hati beriman lebih afdhol daripada sekedar merumahi diri.
Meskipun namanya saja baru kutau, semoga kalimat tarji’ dan sejumput fatihah ini dapat mengiringnya ke alam Barzah dengan khusnul khotimah.

Teruntuk Bapak Tua itu, mbah Ahmad (120 tahun). Meninggal Jum’at, 7 Romadhon 1433 H

Sunday, July 22, 2012

Keluarga Kita


Aku bilang “keluarga kita”

Ambiguitas itu memang sengaja kulontar padamu.

Sekarang, kamu pahami keluarga kita sebagai keluargamu dan keluargaku. Dua keluarga yang tidak ada sangkut pautnya, dua keluarga yang saling tanya siapa. Seperti halnya dirimu disana dan aku disini yang bersamaan sarapan di jam 7 pagi.

Suatu saat nanti, ku ingin kamu menyadari bahwa keluarga kita adalah keluargamu yang juga keluargaku dan keluargaku yang juga keluargamu. Dua keluarga yang saling bertaut, dua keluarga yang tersimpul oleh rasa kita. Seperti halnya kita yang duduk satu meja menikmati senja.

“keluarga kita” ku ucap sebagai ungkapan harap. Bahwa yang sekarang adalah prasangka, sedang yang akan datang adalah do’a yang terupa.

foto disini

Friday, July 6, 2012

Ngado Sampah


Kado bukanlah sekedar tentang memberi hadiah, memberi kado adalah tentang menyampaikan pesan, do’a dan harapan. Ini adalah caraku menyampaikan pesan tentang memperlebar diameter sirkulasi sampah dan memaksimalkan sampah yang terintegrasi.
Sampah ini masih sebagai sampah Jogja

Bahwa sampah detergen yang terbuang di Jogja kemudian akan termanfaatkan menjadi bungkus kado untuk perkawinan seorang teman di Bontang. Sampah itu kemudian akan ditaruh di tempat sampah, seperti halnya memindahkan sampah dari Jogja ke Bontang.
Kemudian menjadi sampah Bontang

Bandingkan, jika untuk membungkus kado itu digunakan kertas berbunga nan cantik yang dibeli di toko. Sampah detergen akan tetap menjadi sampah di Jogja, dan ditambah lagi sampah Kertas kado akan menjadi sampah di Bontang.

Ada juga hal romantis yang kusampaikan padanya.

Untuk Sahabatku
“Ku ingin kau tau maksud kuberikan mainan-mainan itu.
Ya, mereka adalah teman-teman kita dulu. Sebelum robot dan video games meracuni kita. Ku ingin mainan-mainan itu adalah mainan-mainan pertama yang kau berikan pada anakmu. Mainan-mainan anak indonesia yang suka main di sungai, suka mendaki gunung, suka bertelanjang kaki melintas hutan. Mainan-mainan itu adalah bagian dari sejarah bangsa Indonesia." 
Ya, kuhadiahkan mainan-mainan tradisional (Ketapel, yoyo kayu, gasing kayu, gundu, klotekan belalang, dsb.) kita padanya. Kita, anak-anak Indonesia yang kini sudah dewasa, yang sudah melalang buana, yang terkadang lupa pada bumi pertiwinya. Aku rindu memori kita.

Ada juga sebuah pesan yang ku intrikkan di koran bekas (conan mode:on). Semoga ia bisa memecahkan. hehe

Selamat mencipta buah karya (baca: buah hati) luar biasa, semoga sakinah mawaddah wa rohmah. 

Tuesday, June 26, 2012

Bahasa Kimia


Sang Navigator semut mengkomunikasikan sebuah jalur makanan kepada prajurit-prajurit lain dengan menebar Feromon, menginformasikan kepada mereka bahwa ada gulali lezat yang sengaja diberikan Tuhan lewat ketidaksengajaan si Maria menjatuhkannya.

Sang Handsome Butterfly berhasil mempersunting Si Kupu Jelita juga karena Feromon, tak perlu berucap. Ikatan Feromon yang dibuat Tuhan itu ternyata telah mengikat jalinan cinta diantara mereka. 

Si Tobacco dan temannya Tomatto sering kali meminta bantuan kepada lebah untuk mengusir ulat-ulat maupun hama-hama lain yang sedang menyerang markas mereka. Sebuah asap kimia ia kirimkan via angin sebagai sinyal datangnya marabahaya. Fenomena ini adalah bentuk kasih Tuhan pada para perokok dan pecinta sambel.

Anggrek, Sang Perayu, memang handal bersilat kimia. Rayuan-rayuannya membuat serangga jantan manapun betah berlama-lama tinggal. Parfum serangga betinanya memang ampuh menyihir pejantan hidung belang itu bekerja siang-malam di pabrik reproduksinya. Lewat ini, rasa ketuhananmu dipersilakan berucap “pantas saja Anggrek itu terlihat manis”.

Pohon willow pun begitu, ketika ada segerombolan serangga menyerang meraka. Ia akan berteriak kepada temannya agar segera memproteksi diri, menyiapkan obat anti serangga. Feromon dengan bau khas itu telah terdengar jelas oleh Willow-willow yang lain. 

Tak perlu si Joko meneriakkan ke seluruh dunia bahwa gula itu manis. Senyawa organik alifatik yang mengandung gugus hidroksida sudah cukup menjadi penyambung lisannya. Tuhan tahu, makhluknya yang satu ini tak mungkin dapat membuat sound system sebesar lemari sekalipun.

Mereka berkomunikasi untuk saling memahami. Mereka bertukar informasi untuk saling mengetahui. Feromon, parfum anggrek, senyawa manis, dan lain sebagainya adalah bahasa mereka dalam berinteraksi. Mata, hidung, telinga, lidah dan kulit bahkan indera keenam hanyalah piranti pengirim dan penerima. Mengirim sinyal bahasa itu kepada tower-tower yang siap menerima dan mengurainya menjadi kemengertian. 

Ia adalah bahasa kimia, seperti halnya sandi-sandi. Ia dimengerti dan dipahami sebagai satu oleh sesama mereka yang mengetahui. Atau bisa jadi sandi itu dibuat agar dipahami lain oleh mereka yang lain. Tuhan menciptakan bahasa kimia karena memahami betul pluralitas dan keterbatasan makhluknya. 

Ya, Bahasa Kimia adalah bagian dari bahasa komunikasi makhluk-makhluk ciptaan-Nya.