Tuesday, December 25, 2018

Hari Raya Puasa

Puasa itu untuk  merasa lapar, haus dan berhasrat syahwat. Untuk apa menahan diri untuk tidak makan kalau tidak sampai pada titik lapar, untuk apa menahan agar tak minum kalau ingin minum pun tak ada, untuk apa menahan syahwat kalau rasa syahwat pun tak muncul. Maka, kalau laparmu tak kunjung datang karena sahurmu yang menggunung, atau ‘tak hausmu’ tahan lama karena seharian kamu habiskan untuk duduk diam tak bicara.

Mari pergi ke dapur, hitung kembali takaran nasimu supaya ada ruang lapar tersisa untuk siangmu nanti. Mari sempatkan lirik istrimu supaya barang sedikit saja ada hal yang ‘bangkit’ dalam tubuhmu.

Lalu pada akhir cerita hanya ada dua kemungkinan : jajan takjil yang masih ada hingga waktu buka atau jajan takjil yang hanya sisanya saja.     

Selamat Hari Raya Puasa

Jamaah Freelance

Dengan kesengajaanNya, satu waktu saya hadir pada jamaah shubuh diantara jamaah ahmadiyah, ikut pengajiannya pula.  Usai sholat, tanpa dikomando, tiga orang anak kecil merangsek ke depan memimpin dzikir.

“astaghfirullohal a’dhim alladzi la ilaha illa Allohu……ila akhirihi”.

Jamaah yang lain terlihat gembira, tersenyum melihat bagaimana calon-calon penerus mereka terus berkembang. Beberapa pasang mata ada yang melihat kearah saya, karena terlihat asing mungkin. Maka, saya pun berusaha untuk tidak menjadi asing. Lepas pengajian saya dekati salah satu jamaah, ternyata dari luar kota, kami berdiskusi, tidak banyak, hanya saja belum berakhir hingga langit mulai terlihat mencerah. Beberapa jamaah yang lewat menyalami saya, tersenyum ramah, termasuk pak imam sholat tadi. Beliau sebenarnya ingin bergabung tapi katanya sedang ada tamu, jadi buru-buru undur diri.

Saya tidak ingin membahas ahmadiyah, lha wong temen-temen pasti jauh lebih tau banyak tentang ahmadiyah dari artikel-artikel yang banyak berserakan di internet- ya di internet.

Hanya saja, ada satu pertanyaan dari bapak tersebut,

“antum dari jamaah mana?”

Nah, disitu kadang saya merasa sendiri.

Ahmadiyah? – sudah tentu sensor bapak itu akan segera mampu mendeteksi bahwa saya bukan.

Wahabi? – saya memang berjenggot lebat, tapi kok sepertinya tumbuh liarnya jenggot saya hanya karena saya malas mencukur saja, bukan karena
sunnah seperti yang diupayakan jamaah ini.

Tarbiyah? – beberapa kali sebetulnya saya pernah ikut liqo’nya. Cuma ya apa cukup hanya segitu.

NU? – saya memang suka pakai sarung dan bawa sorban kemana-mana.

Muhamadiyah? – sepertinya tidak cukup bagi saya yang hanya ngefans sama Kyai Dahlan dan sesekali berkeliaran di kauman.

HTI? – sungguh sebenarnya saya tidak sampai hati untuk bilang tidak. Tapi saya ini ndak ngerti bab khilafah.

“Saya dari jamaah freelance pak”, hanya itu hasil elaborasi yang ada dipikiran saya.

Beliau tersenyum, serius!. Ya, beliau tersenyum serius.

Musik Kiamat


Ya Alloh, musik jenis apa yg Engkau perdengarkan ketika mencipta semesta?. Seperti halnya Engkau siapkan instrumen sangkakala untuk menamatkannya. 

Tuhan telah tugaskan isrofil untuk datang ke seorang kurir, menyampaikan sebuah pesan. Lalu sang kurir menyampaikannya ke setiap entitas semesta-tanpa terkecuali. Udara atau segala sesuatu yg bisa ditunggangi suara adalah ia, sambutlah ia dengan ramah, sampaikanlah salam padanya.

Saat itu, semua yg tidak punya telinga akan mendengar.

Alloh Maha Mendengar, oleh karenanya Alloh tentu menyukai musik. Karena Dia hidupkan makhluknya dengan musik dan tau bahwa makhlukNya tak akan pernah berhenti bermusik.

Panitia Kiamat


"...kamu terlalu berambisi menjadi panitia kiamat...", 
suara Brah Abadon terdengar tenang dan introgatif.

Tahu-tahu selebaran open recruitment volunteer suda tersebar ke berbagai sudut arah.
Bermacam rombongan makhluk memburu form aplikasi. 

'Unlimited Seat', begitu kutipan merah yang tertera di pojok selebaran itu.

"Apa motivasimu ikut serta dalam kepanitian ini?"
Begitu lah salah satu pertanyaan di dalam form tersebut, seperti lazimnya form aplikasi serupa.

"Siapa yang mau melewatkan Perayaan Hari Besar Semesta semutakhir ini bro?", tulis H. Parjiman, ketua takmir masjid kampung sebelah.

"Untuk mencari bahan cerita sebagai persiapan mengisi waktu luang di mahsyar sambil menunggu antrian panjang bioskop semesta", tulis paklek Kappa yang hari-hari hanya mencari berkah di gardu kampung bersama domino dan bergelas-gelas kopi.

"Sebagai delegasi bangsa semut", tulis kopral semut yang sepertinya motivasinya tak lebih dari ketaatannya pada Yang Seharusnya Ditaati.

"Setidaknya, ini menjadi ajang bersilaturahmi dan bermaaf-maafan dengan manusia", mungkin anak-anak iblis ini akan bersalaman dan mengatakan kepada manusia 'selamat menanti dalam ketidakpastian'. Pantas saja, mereka adalah bagian dari yang 'pasti sudah tahu akan dibawa kemana'.

Lalu disebuah pojokan rumah hadir sebayang anak muda.
"Aku disini saja, kimiatku sudah datang sehari lebih awal"
Selamat Hari Raya Kiamat..

Dikotil Monokotil


Jagung itu menyamar, menyembunyikan dirinya yang lain: akar serabut kacang. 
Kacang itu pun begitu, ia menenggelamkan jiwanya yang berbeda: tubuh perkasa jagung.

"Jangan menipu diri dengan menjadi orang lain!", sergah rumput-rumput liar itu. 
"Kalau orang lain itu nyatanya jauh lebih 'aku', kenapa tidak?", jawab akar jagung itu retoris. 
"Kalau- bahkan aku sendiri pun tak tau bagaimana menjadi diri sendiri, apa salahnya?", batang kacang itu menambahkan.
"Banyak-banyaklah jadi orang lain Rumput, supaya kamu tau seperti apa sesungguhnya dirimu. Supaya kamu tau bagaimana caranya menggambar hidung dan lenganmu sendiri", ujar fotografer ikut-ikutan.

Lalu, rintik mendadak menjatuhkan diri, menitik pada tanah dari sudut-sudut kombinasi (angin, grafitasi dan segala hal yang belum terdeteksi).
"Sejauh apapun kamu menjadi orang lain, sesungguhnya kamu tidak bergeser sedikitpun dari dirimu sendiri", ia pun kemudian bersatu padu bersama hara.

Bagaimanapun juga, dua monokotil tak akan pernah sama dengan satu dikotil.

Doa Paripurna


Siapa lagi yang berani berdo'a seperti halnya kanjeng Nabi Nuh. 
"Duh Gusti, mbok jangan Panjenengan biarkan orang-orang kafir itu tinggal diatas bumi". (Nuh:26)

Ya, saat itu siapa kamu dan siapa saya adalah dua warna yang jelas nyata berbeda

"Sesungguhnya jika Panjenengan biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan anak selain anak yang berbuat maksiat lagi amat kafir". (Nuh:27)

Lalu sekian ribu tahun kemudian ketika hendak mengakhiri surat Nuh. Aku jadi berpikir untuk berdo'a seperti itu juga.
TIba-tiba angin setengah berlari menabarakku, semut-semut terdengar cekikikan dibawah kakiku, lalu mereka berkata,

"Memangnya kamu sudah beriman?, memangnya kamu tidak cukup kafir?. Sudah berapa banyak keimanan yang kamu ingkari, sudah berapa kali kekafiran yang diam-diam kamu imani?"

Cicak yang sedari tadi memburu nyamuk seketika ikut serta

"yasudah, berdo'a saja sana. Paling kalau do'amu dikabulkan cuma ada dua kemungkinan untukmu. Kamu ikut serta 'tenggelam' karena kekafiran yang tidak kamu sadari atau kamu selamat dan berlabuh dalam bahteraNya".

Angin tadi ternyata adalah angin maluku, diapun ikut-ikutan

"Ale jang kepedean e. Katong sudah lihat ada orang kafir abu-abu, iman abu-abu. Dorang semua masuk yang diselamatkan atau ditenggelamkan e?"

Ya, Aku terdiam, tertunduk, tentu aku tidak berani. Kanjeng Nabi Nuh, saya ijin copy paste do'amu yang ini saja
"Ya Tuhanku, ampuni aku, ibu bapakku dan orang yang masuk ke rumahku dengan beriman" (Nuh:28)

Setan Patuh


"Alhamdulilah, memang sejatinya aku tak dituntut untuk beribadah kepadaNya, diriku memang telah diperkenankan untuk patuh dengan ketidakpatuhanku padaNya", 
ujar sesosok setan yang sedang berleha-leha di sela ketiak Samsuri bin Idris Abda'a
"Alhamdulillah, sudah sejatinya aku senantiasa bertasbih tanpa punya kesempatan untuk tak patuh padaNya",
ucap sang Malikat di pelataran bahu Ibnu Abda'a itu,entahlah dia juga terlihat seperti sedang menulis sesuatu dibukunya.

Mereka berdua lantas melirik pada Dzarmun, jin teman Samsuri yang sudah lama berguru pada Tsabar putra Iblis.
"Lalu, dia?"
"Dia, memang sejatinya tidak punya kesejatian pada kepatuhan atau ketidakpatuhan. Oleh karenanya dia diingatkan tentang tujuan penciptaan", sahut Samsuri.

"Lalu, kamu?", sergah mereka berdua pada Samsuri.

Cahaya Berbayang

Suatu ketika pada salah sebuah labirin semesta, ada jalan-jalan panjang nan menikung, tak ada yang buntu karena semua berelaborasi pada satu muara. Pada muara itu, tetiba ada selintas cahaya, lurus, teguh, kukuh dan menyinari tentu. Sampai ketika sudut pandangan mata berada pada derajat tertentu, anda akan melihat bayangan, lurus, teguh, kukuh. Maka, sadari dan terimalah bahwa Cahaya Juga Berbayang.

Hulu Iman



Ku alirakan dia keatas, dari hulu keimanan. Iman itu individualis, iman itu keintiman. Maka kuyakini dia terantarkan pada jalur yang itu saja, juga konektifitas yang tidak kemana-mana. 

Suatu kali dia masuk dalam keterbingungan,
"Apakah aku harus menuruti gravitasi?", katanya.

"Ataukah kuberdo'a saja supaya Dia segera membalikkan gravitasi?", lanjutnya.

Memang kenapa kalau harus menuruti gravitasi?
"aku khawatir membumi"
Kalau begitu berdo'a saja!
"aku belum tau batas langit"

Hmmm, jadilah semburat, supaya pada satu titik kamu dapat turun perlahan.

Bukan Lagi Manusia


Suatu ketika pada tanggal yang entah sudah yang ke berapa, seseorang berjalan dengan langkah kuyu. 
Kulihat, sambil terbungkuk ia mengambil remah-remah kayu, sesekali ia juga menoleh ke arahku. 
Hingga, ketika langkah sudah hitungan jari, ia katakan padaku, “berdirilah!”. Aku terbingung, bukannya aku sudah berdiri. 
Lantas, serta merta dilemparnya remah kayu itu ke mukaku. Aku kelilipan, aku terpejam. Ketika kubuka mata, kusadari bahwa aku bukan lagi manusia.

Kepala


Sekali waktu Dia akan memandangmu sambil memegang kepalamu.

Dia yang menguasai segala hal atasmu, sekali waktu akan menoel jidatmu, maka jangan kaget ketika sesat kepalamu terasa terguncang. 

Dia yang hadir pada setiap titik di semesta, sekali waktu akan menggelitikimu, hingga tanpa sadar kamu akan memangkukkan bibirmu. 

Dia yang muncul dalam kemunculanmu, sekali waktu akan menggoyang hatimu, maka maklumi saja jika kala itu hatimu berdesir.

Saturday, December 8, 2018

Bahan Pokok


Indonesia dewasa ini memang membutuhkan beberapa kebutuhan pokok, seperti 

Satu, Keberanian
Keberanian untuk menjadi petani, keberanian untuk tidak menanam besi dan beton di lahan persawahan, keberanian untuk turut serta mengawal padi yang dijadikanNya menjadi padi, menjadi beras dan nasi, keberanian untuk berucap syukur. 

Dua, Rasa syukur
Syukur atas padi yang telah tumbuh dengan baik, lantas menjadi nasi, syukur atas nasi yang kemudian berproses menjadi energi-energi keberanian dan syukur.

Tiga, ............

Terbalik


Apa yang kamu lihat sebagai kebalikan adalah keterbalikanmu sendiri.
Kusadari bahwa jauh lebih menyemesta, manusia memang diposisikan untuk terbolak-balik. 
Lantas, ada dua fenomena yang harus dikunyah sebagai problema.
Satu, kesadaran akan kebolak-balikan itu
Dua, pemahaman tentang keterbalikan yang sebaiknya dipahami, sehingga tidak lagi dirasa sebagai keterbalikan.

Kamuflase Langit


Sejauh apa mata memandang?

Tak terhingga.

Bisakah kamu memandang bintang di galaksi tetangga?

Bisa, hadapakan saja mataku pada sudutnya.
Ia terlihat sebagai sebuah titik berukuran remang, ia terlihat sebagai sebuah kamuflase langit.

Bagaimana dengan bintang di beberapa blok dari galaksi kita?

Bisa, hadapkan saja mataku pada sudutnya.
Ia terlihat sebagai sebuah titik berukuran lebih remang, ia juga terlihat lebih terkamuflase pada langit.

Upacara


Pemimpin upacara : Assalamu'alaikum, selamat pagi, lapor, upacara siap, laporan selesai.

Pembina upacara : Wa'alikumsalam, Alhamdulillah, laksanakan.

Bukankah sesama muslim yang bertemu harus saling berucap salam. Bukankah kita harus saling mendo'akan keselamatan satu sama lain. Berdo'alah kepadaNya, karena Dia pemberi lisensi keselamatan, Dia pula yang hadirkan rumput upacara, udara upacara, merah-putih yang diinsipirasikan kepada bapak-bapak bangsa.

Upacara selesai, laporan selesai, wassalamu'alaikum.


Keseimbangan Sunnah


Apa yang didapati dari keseimbangan?
Proses ketidakberimbangan
Apa yang muncul dari ketidakberimbangan?
Usaha mencapai keseimbangan

Ya, itulah yang disebut 'semacam' keseimbangan.

Bagaimana aku bisa meributkan gaya takbiratul ihram kalau tanganpun aku tak punya, bagaimana aku mau berdebat tentang jari-jari tahiyat kalau jari itupun aku tak punya,

Apakah aku kehilangan sunnah?
Justru kamu ajarkan padaku tentang sunnatuLloh

Semesta baru


Aku merasakan sebuah dimensi baru dari semesta. Kemampuan manusia dalam eksplorasi galaksi, usaha mereka membangun ekspektasi kehidupan di Jagad Raya. 

Ku rasa perlahan akan menuntun mereka pada dimensi baru, ya, Dimensi Kesadaran, dimensi yang justru membantu membangun ruang dan waktu sebagai dimensi, dimensi yang tidak sejauh ribuan bintang, dimensi yang selama ini tersimpan rapi dalam jasad ruhiyah manusia.

KetepatanNya


Pada langkah yang terkadang digelincirkanNya hingga sampai 'tepat' pada tempat itu,
pada matahari yang diciptakanNya pada waktu lama yang lalu lantas digerakkanNya hingga 'tepat' pada suatu derajat di waktu itu,
pada capungNya yang lantas dicelupkanNya pada ekornya saja dan itupun karena hasil ulahNya yang dengan sedikit menggoda menggoyang batang-batang padi yang tak sempurna dipijak 'tepat' di posisi itu,
pada si kecil yang dibuatNya sesekali merengek sehingga ada detik-detik yang diatur sehingga menjadi 'tepat' di saat itu.
Dia tunjukkan sebuah pola, Dia tunjukkan kesederhanaan pada keindahan bilik-bilik ciptaanNya
Dia bekerja pada ketepatan ruang dan waktu, dan ketepatan itu tidak hanya atasku atau atasmu tapi atas kompleksitas kita, semesta raya

Krik Krik


Hadirkan mereka pada sawah yang terbentang
Perlihatkan mereka pada gunung dan sungaiNya

Maka mereka akan rasakan panas matahari yang menyentuh kulitnya, suara 'krik krik' yang tak bisa kita dimensikan, udara yang sejuk lagi -insyaALloh- menyehatkan, silau matahari yang me'riyep-riyep'kan matanya. 

Ada banyak hal yang tak bisa dimunculkan pada selembar gambar, pada beberapa menit gerakan video

Wednesday, November 14, 2018

Bisa Jadi


Manusia berjalan pada kejadian-kejadian, kebisa-jadi-kebisa-jadian. Apa yang anda rasakan ketika mata terpejam, adalah telinga yang semakin kuat mendengar. Apa yang anda rasakan ketika telinga terdiam, adalah mata yang semakin melihat tajam. Lantas bagaimana rasanya ketika mata dan telinga akhirnya padam, adalah dialektika pada ketiadaan rasa.

Perkenankan kukembalikan rasa ini padaMu.

~sept 2013

Zenith Nadhir


Pada genderang yang terucapkan tiap saat, pada keriuhan yang diharapkan menjadi zenith. Ijinkan saya mengucapkan tepuk tangan, perkenankan saya diam-diam berdiam diri. 

Karena merah yang kau telantarkan pada yang kukira rahmat, karena putih yang kau taruh pada penghujung nadhir, adalah sebuah pelumatan hakikat, adalah gaya bebas atas jeda dan hening untukNya.

Sungai Neraka


Tentang Neraka yang mengalir sungai dibawahnya, tentang merasa dosa pada perilaku-perilaku yang sesungguhnya mensurgakan, tentang ketidakharapan akan pahala, tentang kesadaran akan tabungan dosa.

Surga yang mengalir sungai di bawahnya, dan neraka berada dibawah level surga. Maka, bisa jadi sungai itu adalah pencuci para mantan narapidana neraka sebelum dimasukkan surga. Airnya mengalir dari hulu ilahiyah, menjadikannya suci, menjadikannya layak atas surga, karenaNya.


Udara ini

Udara yang 'ini', adalah udara yang sesuai untuk kriteria dan spesifikasi makhluk bumi, tentunya ia sudah mengalami berbagai tahap evolusi formula. Udara, air, tumbuhan, hewan, bahkan bumi dan segala semesta adalah salah satu konsep komprehensif Tuhan dalam rangka mempersiapkan ruang dan waktu bagi manusiaNya

Membumi Melangit


Tentang bumi dan langit, tentang membumi dan melangit, tentang menerobos tanah dan menyeruak udara, tentang mengakar dan menjadi tinggi, tentang tumbuhan dalam segala ketaatannya pada Alloh. Tumbuhan hidup dalam dualitas kegravitasian, hidup dalam hakikat gravitasi untuk selalu menenggelamkan diri pada nilai-nilai kemakhlukan juga hakikat gravitasi untuk terus menjulang, merasakan dan berikhtiar atas nilai-nilai keilahian.

Tumbuhan hidup dan berkembang dalam dua pergerakan mekanis yang berlawanan. Menjadi tinggi sekaligus merendahkan diri tentu tidak mudah, menjadi bangga sekaligus tidak membanggakan diri tentu adalah perkara sulit, apalagi menjadi kecil di tengah upaya membesarkan diri. Jangan lupa merendah ketika sedang terus meninggi, berupayalah membesar ketika sedang mengecilkan diri.

Waktu Jeda


Sholat adalah waktu jeda, untuk kembali merenung, kembali berdzikir, mengumpulkan kembali ketidakpaduan dunia akhirat. Sholat adalah beberapa menit waktu diam, ditengah tingkah laku yang kesana kemari. 

Seperti halnya diamnya buang hajat yang katanya banyak menghasilkan karya. Seperti halnya kesunyian yang membawa ketenangan.

Mudik sangatlah identik dengan perjalanan. Dan perjalanan itu tentu juga tentang menemani waktu hingga sampai ke tempat tujuan, tentang banyaknya waktu untuk duduk diam dan tidak bertingkah. Perjalanan adalah sebuah kesempatan (ruang dan waktu) untuk berdzikir dan merenung. Bukan lagi dalam beberapa menit, karena menit yang itu sudah beranak pinak menjadi jam, bahkan hari. Berapa banyak hamdalah yang akan tertabung, berapa banyak sholawat yang akan terkonversi, berapa banyak keduniaan dan keakhiratan yang bisa disatupadukan. Maka, perjalanan bukanlah hanya bertujuan selamat, tapi juga merupakan piranti keselamatan, insyaAlloh dunia akhirat.

Semoga perjalanan anda menyelamatkan anda.

Monday, November 5, 2018

Tanah


Alhamdulillah, mereka melempar dirinya sendiri, mereka berlumuran dirinya sendiri. 

Pemahaman dan kesadaran tentang bau dan rasa tanah, adalah pemahaman dan kesadaran tentang diri


-juli 2013

'Surga' yang mengalir sungai dibawahnya


Kalau Tuhan memanifestasikan desain surga dengan 'sungai yang mengalir di bawahnya'. Tentu nikmat surgawi yang macam itu tidak sesederhana nikmat 'sungai yang mengalir dibawahnya' versi dunia. Tapi paling tidak, posisi sungai memanifestasikan sebuah kenikmatan/keindahan baik surgawi maupun duniawi. 

Jadi, mengenal dan mempelajari karakteristik sungai bisa jadi lebih mendekatkan dan memudahkan orientasi di surga kelak. Aamiin.

Jalan yang Belok


Seorang Pejalan kaki, entah dari mana mau kemana, menempuh, menyusur, meniti sebuah jalan lurus dan berbelok, sedang disampingnya mengalir sungai-sungai. Rel itu menjadi arahnya, menjadi panutannya, sesekali ia lurus, sesekali ia berbelok, sesekali ia bercabang dan menuntut pilihan. 

Biarkan Alloh yang memperjalankan, biarkan Alloh yang menggerakkan setiap sel dan merombak mekanisme hubungan atom dalam tubuh. Perkenankanlah diri untuk berjalan pada jalan yang Engkau pertunjukkan, aku pasrahkan padaMu dan kehendakMu 

Apakah jalan yang lurus (sirothol mustaqim) itu juga termasuk jalan yang dibelokkanNya?

-Juli 2013

Alamat Penciptaan


Suatu ketika, dalam kesyahduan semut dan gulanya, tiba-tiba lubukku berdehem, katanya 

"untuk apa kamu diciptakan?",

pertanyaan sepele pikirku, sejak masih madrasah pun aku sudah tau.

"untuk beribadah padaNya tentu", jawabku ringan, seringan Tuhan menciptakanku tempo itu.

Lantas dia berdehem lagi,
"masih ingat juga kamu bacaan itu"
"tidakkah kamu punya bacaan sendiri di dalam dirimu?", tambahnya, pertanda jawabanku tidak mencukupkannya.

"supaya menjadi khalifah di muka bumi", jawabku cepat, seolah tak ingin diremehkan.

"sudah berapa lamu kamu mengingat jawaban itu?", belum ada pertanda baik.
Kulirik semut itu, dia hanya melengos lalu berlalu begitu saja, gula yang dibawanya pun tak kalah sinis kala melihatku.

Ia masih diam, perlahan kabur, seperti hendak menghilang. Kemudian ia berbisik pelan

"bagaimana kamu bisa tau romantisnya diciptakan Tuhan dan menjadi manusia tanpa menjadi manusia?".

Pertanyaan sulit

Lahir



Entah berwujud apa aku waktu itu, ada rasa nervous, mungkin, ada lisan yang berlatih ucap ratusan kali. Ya, tentu aku ingin sampaikan jawaban terbaikku, maka tak lupa pula aku kenakan baju terbaikku, baju kefitrahan itu tentu. Lalu, ketika saatnya tiba...

"Aku iki Tuhanmu to le (Bukankah aku ini Tuhanmu)?" (A'raf:172)

Aku sadari betul, mungkin, bahwa dengan kemantapan dan keta'dhiman yang terhinggap dalam setiap komponen jiwaku, dengan harapan penuh bahwa momentum ini, adalah momentum yang sungguh sangat aku inginkan untuk tidak melupakannya sedikitpun, aku jawab

"Leres Gusti (Betul), saya bersaksi" (A'raf:172)

Jawaban itu adalah jawaban yang sama, jawaban itu adalah jawaban protokoler, dan ia pun lahir, terucap dari chip-chip kesungguhan - yang sesungguhnya - yang sama.

Maka ketika aku telah terbentuk menjadi sebuah entitas sempurna, ternyata aku lalai, aku seolah mengharap kelupaan pada momentum itu. Ternyata aku lali, aku seolah hanya ingin mengingat momentum-momentum yang sesungguhnya tidak akan pernah aku ingini (andai aku sadari itu).

Lalu, ketika Dia mengingatkannya di akhirat kelak, dengan kesopanan, dan tutur bahasa yang lembut layaknya seorang hamba, aku menghatur

"(Ngapunten Gusti), sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini" (A'raf:172)

Alhamdulillah, ternyata kesopanan dan kelembutan itu tak menghindarkanku dari meja registrasi neraka.

"Kulo ikhlas mlebet neroko njenengan Gusti (saya ikhlas masuk nerakaMu, Tuhan)"

Ya, memang sudah seharusnya aku nerimo (ikhlas menerima). Siksa itu toh memang perih tak terperi.


Tuesday, October 9, 2018

Wates



"iki wis tumeka tapel wates antarane tanah Kejawen lan Gupermen. Sing sopo arep mbancutake nderek yo keno, arep bali yo keno". 
Dhawuh Pangeran Diponegoro ketika pasukannya sampai di tapal batas antara Ponorogo-Wonogiri dengan Surakarta. 

"Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian."
Pidato masyhur Thariq bin Ziyad ketika sampai di daratan eropa.

Kedua kesatria itu, sadar betul akan batas. Batas itu bukan melulu soal pemisah ruang. Batas menghubungkan salah dan benar, iya dan tidak. Ia adalah tempat keragu-raguan, was-was. Setan tidak pernah menempatkan kita pada ketidakbaikan, ia hanya menunggu di batas, di bilik keragu-raguan, lalu disamarkannya pandangan. Kita dengan sendirinya menempatkan diri, dalam ketidakbaikan itu.

Dalam banyak hal, kita akan singgah pada batas-batas itu. Kalau tak punya mursyid panglima macam Pangeran Diponegoro atau Thariq ibn Ziyad. Perbanyaklah annas. Kalau tak mampu juga, seperti halnya saya, anda pasti sedang menikmati kewas-wasan itu, atau anda tak tau apa itu was-was?.


*Oct 2016

Nada Kiamat



Israfil sudah bersiap, berbaju lengkap tentu. Terompet yang ia usap tiap saat kini sudah siap ia bunyikan. Memo yang ia terima dari Sang Pemilik Terompet beberapa waktu lalu menggembirakan hatinya. Ya, selama ini memang ia sudah menahan diri, menahan dorongan-dorong dari dalam dirinya yang akan membunyikan terompet itu, yang akan meluluh lantakkan eksistensi semesta. 

"Tiba saatnya....", begitu isi memonya.

"sendiko dawuh Gusti (SIAP LAKSANAKAN!!)"

"Treettt....", begitukah bunyinya?

Terompet adalah intro yang muncul pada orkestrasi nada-nada kiamat. Lalu, suara tabrakan gunung-gunung seolah lahir dari simbal-simbal drum, dentuman hempasan air laut laksana betotan bass yang mengalun indah. Benturan bintang-bintang adalah lighting sempurna bagi panggung perpisahan kita dengan cahayanya.

Terompet itu masih mengalun, bersama nada-nada semesta. Menciptakan konfigurasi kemerduan bagi telinga-telinga yang bertaqwa. Bagi mereka, ini adalah "All you need is love" (Beatles) yang menawarkan romantisme. Bagi mereka ini adalah "Dari Sabang sampai Merauke" yang menyuguhkan patriotisme.

Bagiku, ini adalah ketidakmerduan yang menghidangkan penyesalan dan neraka.

Semu(t)



Siang itu mungkin tak ada semut yg menyangka akan ketimpaan gula bergulung-gulung. 

Ini tentu (insyaAlloh) karena do'a anak-anak beberapa hari ini. Mereka, anak-anak itu, mungkin lebih tak menyangka lagi. Ia akan belajar tentang semut. Semut yang hari-hari menjadi bagian dari lelaku mereka. 

KarenaNya, semut itu datang berduyun merubung gula, melintas pada 'jembatan semut', tempat mereka bisa mengamati, meresapi polah tingkah semut.

Semut ternyata berperan penting bagi keseimbangan ekosistem semesta. (Tak ada makhlukNya yg diciptakan sia-sia kan?). Mereka bertasbih, bertukar sapa, bekerja sama.

Belajar tak membenci semut itu bukan perkara mudah. Apalagi merasa gembira akan hadirnya. Perlakukan semut perubung kue lezatmu dengan baik. Sisihkan gula-gulamu dari semut, ia sebetulnya hanya mengambil gula-gula yg tak disisihkan dengan baik. Andai ada Sulaiman dalam hatimu, mungkin dirimu tak akan mampu membendung senyum, betapa ta'dhimnya mereka padamu, betapa mereka bersyukur telah dihidupkan bersamamu.

Terima kasih semut. Terima kasih Alloh telah menghadirkan semut


*sept 2016

Jatuh


'Jatuh' itu tentang gravitasi, maka jatuh adalah tentang ruang dan waktu. Jatuh dg gravitasinya adalah sunnatulloh, jadi yg terjadi adalah 'dijatuhkan'. Proses dijatuhkan itu adalah momentum, untuk mekanisme pembangkitan energi, untuk kebangkitan yang memunculkan energi, untuk energi bangkit. 

Jatuh juga jangan diantonimkan dg bangkit atau bangun, karena duaduanya sama sama proses yg menggembirakan, duaduanya sama sama mampu memunculkan kesedihan, duaduanya adalah persamaan gravitasi.

Melestarikan Manusia



Di sudut percabangan akar, segerombolan semut sedang berbincang, membual, sembari menata kudapan untuk sepasukan petinggi kerajaan.

Sementara, sekumpulan pohon sedang berisik. Anak-anak pohon sedang berkumpul mendengar materi dari gurunya. 
“apa fungsi manusia?”, tanya salah satu dari mereka.
“mereka menyediakan karbondioksida untuk metabolisme kita. Oksigen yang kita keluarkan diubah oleh mereka menjadi karbondioksida”, sang guru mendikte.
“oleh karenanya, untuk menjaga kelestarian alam, kita harus menjaga supaya populasi manusia terus bertambah. Kita harus mengupayakan agar manusia dapat hadir di lingkungan kita agar supply karbondioksida kita terjaga”

Rupanya, sedang ada kampanye pentingnya manusia bagi kelestarian alam. Agaknya ini menjadi agenda rutin mereka, edukasi mengenai pentingnya manusia bagi lingkungan menjadi topik menarik. Mengingat sepertinya sudah terjadi krisis degradasi pengetahuan mengenai itu di kalangan mereka.

Semut-semut itu mencuri dengar, tapi acuh, kudapan mereka memang lebih penting.


*Aug 2016

Posoku Bolong Kabeh



Posoku Bolong Kabeh
(Puasaku Bolong Semua)

Andai saja kanjeng Nabi tidak bergembira pada malam ini. Mungkin aku lebih memilih untuk bersedih, menyepi sendiri, mengungkung diri lalu menangis sejadi-jadinya. 

Andai saja Al Mustofa Muhammad tidak mengumandangkan takbir malam ini. Mungkin aku akan lebih menggemakan istighfar. Lirih, pelan tapi bergemuruh dalam kalbu.

Siapa yg sanggup bergembira kalau sebulanmu kemarin hanyalah foya-foya. Satu-satunya ibadah yg aku mantapi perlakuannya hanyalah sahur dan berbuka. Oya, dan juga tidur. Boleh kah?

Puasaku masih penuh dengan pergunjingan, liar mata dan lisan. Nyatanya, diriku tak sanggup menahan diri dari apapun.

Alloh, sungguh piala piala kemenanganmu tak pantas atasku. Bagaimana mau disebut kemenangan, kalau aku tak berjuang untuk mengalahkan apapun.

"Selamat hari kekalahan", bisik emping lebaran di hadapanku.

TaqobbalaLlohu minnii. Gusti, sebetulnya mana berani aku memintaMu menerima amalanku, lha wong tak ada amalan apapun kuperbuat.

Anggaplah puasaku bolong semua. Cukupkah sebelas bulan menggantinya?.
Anggaplah puasaku bolong semua, tak perlu 'anggap' memang itulah adanya.
Anggaplah puasaku bolong semua. Ataupun sempurna semua, tak ada efeknya bagi Engkau Al Wasi'.

Hari fitri memang, tapi justru ini hari dimana blepotan dan carut marut dalam diriku tampak. Biarlah kotor, biarlah lusuh. Pekerjaanku memang mencuci, tak menjadi bersih pun tak apa, tetap kotor pun tak apa.

"Inni kuntu min ad dholimin", bagi para nabi ini rayuan. Bagiku ini pernyataan, nyata.

Allohu akbar...Allohu akbar..
(Dalam hati ia bersimpuh ampun)
Selamat Hari Raya Fitri
(Sebetulnya, ia sedang berduka akan keselamatan dirinya sendiri)

-Monolog Lungsur pada gelap-gelap takbir-


*juli 2016

Wednesday, October 3, 2018

Hujan Telah Reda


Sholat lah pada ruang dan waktuNya.

Kalau masjidku terbakar, alhamdulillah.
Kalau gerejaku terbakar, puji Tuhan.
Bangunan itu, adalah sepetak kecil dari luasnya hamparan masjidNya, tempat sujudNya. Bangunan itu, adalah sebidang kecil dari sebegitu luas ruang ibadahNya. 

Ibadahmu tak terbatas pada pagar masjid. Ruang ibadahmu tidak melulu soal barisan2 kursi gereja.

Kalau hatimu terluka karena mesjid dan gereja terbakar. Lebih terlukalah karena hutanmu sudah tak lagi belukar.

Kalau kamu atas namakan Tuhan pada masjid dan gereja terbakar.
Kamu kemanakan Tuhan saat hutanmu tak kunjung berhenti berkobar.

Hadirilah jamaah semesta, bersama barisan pohon yg tak pernah berhenti berdzikir. Datanglah pada jemaat alam raya, menyambut limpahan gelombang cahaya kasihNya.

Sholatlah dengan kesadaran bahwa segala ruang dan waktu adalah milikNya. Bahwa tempat sujud ini milikNya, bahwa cahaya dan bayangan itu milikNya.
Bahwa, mesjid, gereja dan hutan itu pula milikNya

-----intermediete

Selepas padam tiba. Mari bersihkan abu2 itu dalam tunduk dan syukur.
Syukur atas asap yg masih membumbung dan abu yg menumbuhkan subur.
Lalu tumbuhlah gereja, masjid, hutan yg lebih hijau, yg semakin membangun keteduhan, yg darinya suara suara dzikir mengudara tanpa menyesakkan dada.

Hujan telah reda.

---
Di suatu keharuan, october 2015

Meruang Mewaktu



Untuk apa ada waktu kalau ruang ini suda mewadahimu.

Ruang adalah ruang bagi realitas materi
Dan sepertinya, waktu adalah ruang Tuhan menyimpan rahasia-rahasiaNya.
Ia tersembunyi tanpa harus menyembunyikan diri. Rahasia-rahasiaNya tersembunyi tanpa persembunyian.

Waktu adalah ruang, bagi detak dan detik, kapan dan dimana. Seperti halnya apa yg tumbuh dari sini, lubuk ini, begitu saja.


Mistis


Sekali waktu membakar menyan sepertinya perlu. Bukan untuk mistis-mistisan. Membakar menyan adalah tentang belajar bau, bauNya Alloh. Seperti halnya bau jeruk dan bau rendang, yang tentu juga bauNya Alloh, milik Alloh. 

Maka, kalau membaui menyan lalu hati begindik takut, atau malah kelingan (teringat) sebangsa setan-setanan. Ini yg berbahaya. Boleh memang, hanya jangan lupa lanjutkan kelingan Gusti Alloh. Bahwa rasa takut itu rahmat Alloh, setan itu setanNya Alloh. Sehingga takut itu menjadi dzikir, rasa ke'setan'an itu menjadi dzikir.

Berpaling


Ada satu masa, ketika yg menghentikan kita dari berbuat buruk bukanlah kesadaran akan Tuhan dan catatan malaikat.

Yaitu, jin dengan anugrah dimensi yg mampu mengamati kita tanpa kita bisa sebaliknya. Pula udara, yg begitu hidup dan penuh rasa. Pula tembok rapat penutup maksiat yg tak bisa berbuat apa-apa. Pula nyamuk yg diam-diam berusaha mengingatkan.

Kita seharusnya malu pada mereka, pekiwuh sama makhluk lain. Kita nyatanya tak pernah betul-betul sendiri.
Jangankan dari pandanganNya, dari intaian makhlukNya pun sebetulnya kita tak pernah mampu memaling.


Ana Lastu Syai'in



"Mengapa Engkau merizki-iku", kudengar satu gelombang sirr entah dari mana.
Mengapa Engkau hadirkan aku sebagai makhlukmu.
Mengapa Engkau mau menjadi yg kupertuhankan. 
"Hati-hati ngomongnya, jon", ia tak sendiri ternyata.
"Betul, aku memang sedang hati-hati, sedang pakai dua hati"
"Berani kamu tak mempertuhankanNya?".
"Tak ada yg mampu tak bertuhan, kan?", aku masi diam, seksama.

"Apa aku hanya harus menghamba dan mensujudiNya?".
"Memang kamu mampu untuk tak menghamba dan tak mensujudiNya?".

"Lihatlah"
"Lihat apa, aku tak punya mata"
"Bukan mata yg menyebabkanmu bisa melihat. Bukan pula telinga yg menyebabkanmu mampu mendengar"
"Bukan pula makan yg menyebabkanmu kenyang, bukan pula belajar yg menyebabkanmu pintar", saling sahut tak terhindarkan.

"Gusti, ijinkan aku merasaiMu", satu penutup dari selintas siput.

# Ana lastu syai'in, aku mah apa atuh

Monday, February 26, 2018

USHUL SAINS

USHUL SAINS


Kalau dalam fiqih ada ushul fiqih. Pemahaman Alquran pun menjadi kurang utuh tanpa asbab an nuzul. 
Begitu juga sains, teori sains seharusnya mulai ditampilkan secara lebih empiris.
Maksudnya ada satu sesi pemaparan mengenai 'sanad' keilmuan, rantai sejarah atas teori tersebut. Tentu aspeknya bukan hanya historis, tapi juga filosofis. 

Supaya apa?
Bagi penikmat sains, harapannya hal tersebut mampu memberiknya gambaran utuh dan kontekstual mengenai ruang gerak, juga potensi teori tersebut.
Bagi pelakunya, tentu ini membawanya pada kemungkinan-kemungkinan pengembangan dan perbaikan.

Bisa dipastikan, orang macam almarhum Einstein mampu bercerita panjang lebar mengenai sejarah waktu, paling tidak, sejak era sesepuhnya Newton sampai ia sendiri turut menjadi bagian dari sejarah waktu itu. Juga mbah Susskind dan si flamboyan Hawking.
Bagaimana mungkin Bohr dan Schrodinger bisa berimajinasi mengenai lintasan dan pola gerak elektron kalau mereka tak paham sejarah dan nilai filosofis atom sejak era yunani hingga Rutherford.

Memahami aspek historis filosofis membuat mereka menjadi kritis dan memberikan kesadaran bahwa teori sains dibangun dari serangkaian pengujian teknis; yg berkaitan dengan tingkat akurasi dan kebenaran data, juga psikis; yg berkaitan dengan penerimaan teori tersebut di kalangan pelaku sains itu sendiri. Memang, tidak mudah meyakinkan ilmuwan. Seolah mereka punya bertumpuk-tumpuk hipotesis imajinatif yg siap mementahkan teori anda.

Teori sains selalu punya haters, karena pada hakikatnya sains bukanlah ilmu pasti. Maksudnya, bahwa sains itu dinamis. Persepakatan mengenai satu teori sains adalah persepakatan artifisial, buatan. Yg bukan berarti persepakatan itu merepresentasikan kebenaran teori itu secara mutlak. Tapi bahwa teori itu 'sementara' harus diterima untuk melengkapi dan menunjang satu kerangka berpikir ilmiah yg lengkap.

Maka, mengajarkan histori dan nilai filosofis satu teori sains sama halnya mengajarkan bahwa sains itu terbuka, terbuka bagi siapa saja yg berkemauan membukanya, terbuka bagi siapa saja yang berkemauan meminta kunci dariNya

ANGEL AND DEMON (Seri Phlogiston 3)


Perseteruan angel dan demon memang sering diceritakan tak ada habisnya. Dan penyebab utamanya satu, manusia. Begitu juga dengan phlogiston, perseteruannya dengan Lavoisierians seolah tak segera berakhir. Juga karena manusia. Pembakaran(combustion) dan cara pandang dalam menafsirkannya adalah awal mulanya. Sekaligus awal bagi lahirnya Chemical Revolution.

Seperti halnya avatar, pandangan kimia sebelumnya adalah tentang bagaimana memahami interaksi 4 elemen : api, air, udara, tanah.
Segala sesuatu yg terjadi di alam adalah produk interaksi elemen-elemen itu. Sampai muncul lah oksigen, yg pada akhirnya merubah kesuluruh cara pandang kimia, cara pandang tentang elemen.
Tapi, gagasan tentang oksigen pada proses pembakaran nyatanya masih menyisakan keganjalan, khususnya bagi James Hutton.

Berkaitan dengan apa yg disebut sebagai energy. Dalam hal ini direpresentasikan oleh heat dan light. Ambil contoh, katanya, cahaya : bagaimana dia bisa menghasilkan inflamasi, bagaimana dia bisa disimpan dalam phosporetic bodies, bagaimana terkadang dia membawa panas, bagaimana dia bisa menghasilkan perbedaan warna, bagaimana dia bisa diubah oleh tumbuhan menjadi animal fuel, bagaimana dia bisa menjaga keberlangsungan planet.

Era sekarang, cahaya bisa kita pelajari lewat photon. Panas?, agak membingungkan. Tapi, sebelum era ini, Gough sudah berkeyakinan bahwa phlogiston adalah partikel api, flame, light and heat, yg dihasilkan dari pembakaran. Secara spesifik, Stahl bahkan menyatakan phlogiston adalah materi panas, partikel panas.

Meskipun demikian, Hutton lalu beranggapan bahwa phlogiston adalah salah satu bentuk dari fixed light atau ia sebut sebagai "solar substance". Ia, lalu memasuki pemahaman tentang phlogiston melalui cahaya.
Cahaya dan phlogiston adalah identik. Ia punya perilaku yg sama, ia adalah kesatuan. Ritcher mengatakan, "dimana ada cahaya, disana juga pasti ada phlogiston".

Bahwa seperti halnya photon dan phlogiston. Angel and demon adalah kesatuan, mereka punya perilaku yg sama, punya visi yg sama : mematangkan iman manusia.
Bahwa hikmah, bisa lahir dari hati yg mendendam, perilaku yg buruk, dari manapun. Apalagi, niat yg suci dan akhlak mulia.
Bahwa eksistensiNya, tak terbatas waktu dan ruang. Ia harus hadir bahkan dalam hati terburuk sekalipun