Tuesday, October 9, 2018

Nada Kiamat



Israfil sudah bersiap, berbaju lengkap tentu. Terompet yang ia usap tiap saat kini sudah siap ia bunyikan. Memo yang ia terima dari Sang Pemilik Terompet beberapa waktu lalu menggembirakan hatinya. Ya, selama ini memang ia sudah menahan diri, menahan dorongan-dorong dari dalam dirinya yang akan membunyikan terompet itu, yang akan meluluh lantakkan eksistensi semesta. 

"Tiba saatnya....", begitu isi memonya.

"sendiko dawuh Gusti (SIAP LAKSANAKAN!!)"

"Treettt....", begitukah bunyinya?

Terompet adalah intro yang muncul pada orkestrasi nada-nada kiamat. Lalu, suara tabrakan gunung-gunung seolah lahir dari simbal-simbal drum, dentuman hempasan air laut laksana betotan bass yang mengalun indah. Benturan bintang-bintang adalah lighting sempurna bagi panggung perpisahan kita dengan cahayanya.

Terompet itu masih mengalun, bersama nada-nada semesta. Menciptakan konfigurasi kemerduan bagi telinga-telinga yang bertaqwa. Bagi mereka, ini adalah "All you need is love" (Beatles) yang menawarkan romantisme. Bagi mereka ini adalah "Dari Sabang sampai Merauke" yang menyuguhkan patriotisme.

Bagiku, ini adalah ketidakmerduan yang menghidangkan penyesalan dan neraka.

No comments: