Monday, July 8, 2013

Dosa yang berpahala




Pagi-pagi Lungsur sudah tergopoh-gopoh datang ke rumah Dampit.

“kamu kenapa Sur, pagi-pagi sudah seperti orang kemalaman?”

“bahaya prof, ini bahaya sekali. Kawanku itu, si Sumar, sudah berani-beraninya nyerobot baginda Roqib-Atid”

“lha memang ada apa to, Sur?”

“begini prof, si Sumar itu kan orangnya rajin ibadah, bahkan sering jadi muadzin di masjid. Dia juga ramah, suka bertegur sapa dengan warga. Tetapi bisa dikatakan dia itu orang kurang mampu di kampungnya, untuk makan sehari-hari saja dia sering kekurangan, belum lagi 5 orang anak dan seorang istri yang masih kecil-kecil yang harus dipenuhi kebutuhannya, meskipun alhamdulillahnya dia masih bisa narik becak di pasar, tapi tetap saja masih kekurangan.”

“alhamdulillah kebetulan sekali, dia sedang buka lowongan untuk asisten tukang becak ndak?, saya berminat Sur.” Dampit tiba-tiba memotong.

“lho, anda kan lulusan sarjana, kok malah pengen jadi tukang becak?”

“memangnya kenapa?, apa sarjana itu harus kerja di kantor, jadi pejabat. Kamu kira sarjana tidak boleh jadi tukang becak, atau tukang becak tidak boleh sarjana. Kamu kira pegawai kantoran lebih bekerja keras dari tukang becak, kamu kira tukang becak itu tidak lebih mulia dari pegawai kantoran. Sarjana itu karir akademik, sedangkan tukang becak itu karir profesional. Nah, sistem pendidikan itu tidak memilihkan kita pada bidang pekerjaan tertentu, tapi lebih kepada memberikan peluang dan kesempatan untuk mengerti suatu bidang keilmuan yang berguna pada bidang pekerjaan tertentu. Lagi pula, tukang becak itu memiliki potensi korupsi jauh lebih kecil dibandingkan jadi pegawai kantoran. Daripada kamu yang pengangguran dan gengsi pada pekerjaan-pekerjaan yang kamu anggap tidak etis dan estetis.”   

“hehe, saya ini mau curhat, kok malah anda yang curhat”

“hehe, jadi bagaimana tadi?”

“ya itu, karena sudah kepepet kebutuhan, tempo hari Sumar nekat mencuri sebuah spion mobil di pasar, dan dia bilang itu malah berpahala.”

“jangan-jangan dia sudah ngintip bukunya baginda Roqib ya?”

“begini prof, katanya mencuri spion itu kan termasuk sebuah dosa, ketika hendak mencuri sepasang spion itu, Sumar lantas berpikir, kasihan yang punya mobil kalau sepasang spionnya diambil, nanti dia bisa celaka ketika berkendara. Makanya, dia akhirnya hanya ambil satu spion saja. Nah, menurut perhitungan dia, mencuri sepasang spion mobil itu adalah sebuah dosa, karena yang dia ambil hanya satu, jadi dosanya hanya setengah, belum lagi dia menolong orang yang punya mobil untuk terhindar dari kecelakaan dengan masih menyisakan satu spion. Dia bilang itu satu pahala, seperti halnya menyingkirkan duri dari jalan agar menghindarkan orang dari kecelakaan. Jadi kalau ditotal, kira-kira dia malah dapat setengah pahala prof, begitu katanya”

“Tuhan itu memang akan menghisab (menghitung) segala sesuatu yang dikerjakan makhlukNya, tapi jangan dikira matematika hitunganNya Alloh itu sesederhana matematikanya makhluk, diferensial, integral itu bukan apa-apa baginya, teori-teori rumit matematika manusia itu tidak sama sekali berada pada level atau kapasitasNya. Kalau kebanyakan teori sains mendekati konklusi dengan banyak asumsi dan pengabaian, jangan kira matematikaNya bermain asumsi, tidak ada pengabaian sekecil apapun bagiNya. Bahkan bisa jadi hitunganNya itu memiliki konstanta-konstanta yang variatif dan fleksibel yang mungkin jauh lebih banyak jumlahnya dibanding variabel itu sendiri. Maka, jangan dikira juga kalau kamu shodaqoh satu, berharap akan dikembalikan seribu, bisa jadi malah bernilai nol bahkan menjadi duabelas ribu. Ada banyak konstanta, kadar keikhlasan, presentase ridhoNya, kualitas iman, dan banyak lagi yang menyebabkan nilai itu menjadi tak tertebak.”

“aduuuh, penjelasan matematika anda saja suda bikin saya pusing. Nanti saya kasih tau dia saja lah supaya dia menghitung yang bernilai dosa saja, dari pada ke’pede’ sudah berpahala.” Lungsur pergi begitu saja sambil garuk-garuk kepala.

“jangan lupa tanyakan lowongan asisten tukang becak ya!!”teriak Dampit dari belakang.


Garuk-garuk Ruh


Pagi-pagi Lungsur sudah mondar-mandir di kampung sambil garuk-garuk kepala dan pantatnya. Melihat kelakuan aneh (karena lebih aneh dari biasanya) Lungsur, Sampir yang sedang membersihkan halaman rumahnya menyapa Lungsur

“kamu ngapain Sur, sudah kayak bedhes tandakan*) aja”

“ya, aku ikhlas jadi bedhes tandakan, kalau Gusti Pengeran juga ridho dan gembira”

“ya kalau gitu, aku juga mau sur, sur”

“la da lah. Kok pada rebutan jadi bedhes**) ini gimana”, sahut Sundari, istri Sampir, dari dalam rumah.

“kamu terlalu mainstream sih mbak, yang kami perebutkan itu bukan menjadi bedhesnya, tapi ikhlasnya, juga ridho serta gembiraNya Tuhan”, begitulah jadinya Lungsur karena terlalu sering bergaul dengan Dampit, berbahasa sok filosofis.

“sudah, sudah, sini mampir. Tak buatkan kopi mainstream”, sahut Sundari yang ternyata adalah sarjana filsafat.

“kamu ngapain garuk-garuk kepala dan pantat to sur”, tanya Sampir

“aku lagi bingung mikir solusi memberantas korupsi di negeri ini Pir”

“kamu ini siapa?presiden?menteri?ketua KPK?. Lagian kalau kamu sedang mikir, kenapa pakai garuk-garuk pantat?, kalau kepala sih wajar saja. Itu artinya kamu juga korupsi Sur, pantat kan bukan tugasnya mikir, kenapa kamu intimidasi untuk ikut mikir”

“justru itu yang aku pikirkan, awalnya memang aku mikir solusi pemberantasan korupsi. Tapi karena bingung sendiri, akhirnya aku jadi mikir, apa benar pikiran itu produk dari otak yang adanya di dalam kepala?”

“ya iya lah. Dia kan pusat kendali syaraf”

“lha terus pikiran itu apa?dia kan makhluk halus, ada tapi tidak ada wujudnya. Sedangkan yang kamu bilang pusat kendali syaraf itu kan barang kasar, bisa kamu rasakan, bisa kamu buat jadi sup otak. Terus, kalau mencintai, menyayangi, merasa iba itu produknya siapa?hati?. bukannya hati itu penawar racun, sedangkan heart adalah alat pompa darah.”

“mmmmm”, Sampir terdiam sambil memegangi dagunya.

“ditanya kok malah diam aja. Kamu lagi ngapain ini?”

“lagi berpikir menjawab pertanyaan-pertanyaanmu”

“nah, yang bekerja kan harusnya otakmu, ngapain kamu pegang dagu?. Apa kamu tidak menyadari komponen manusia lainnya?bukannya kita punya ruh, dialah makhluk halus yang tentu punya keahlian dan ketrampilan untuk menghasilkan produk-produk halus”

“lha ruh itu dimana?”

“ngapain kamu tanya dimana itu ruh”

“ya, supaya bisa digaruk, supaya bisa diintervensi untuk mikir dan merasa”

“ya ada di dalam dirimu, disetiap elemen tubuhmu”

“wah, masa harus garuk-garuk seluruh tubuh. Dikira keroken***) aku”

“Baajigur, apik itu”

“ Itu artinya, doktrin ilmiah telah mengarahkan kita pada perilaku fisik yang me’wujud’kan pikiran atau akal sebagai otak. Yasudah mulai sekarang aku akan sesekali garuk-garuk dengkul, sesekali garuk perut, sesekali garuk pantat kalau sedang berpikir”

Mereka terkekeh, saat itu juga terlihat Dampit sedang berjalan melewati rumah Sampir sambil garuk-garuk badan seperti orang keroken.

“ngapain prof?”

Dampit menoleh,

“lagi bingung mikir bayar utang”.


*)bedes tandakan : kera pertunjukan. Biasa di lampu merah atau keliling pemukiman
**)bedhes : kera jenis ekor panjang

***)keroken : gerakan artikulatif karena gatal-gatal di tubuh

Miliuner Inspirasi




Entah jenis manusia macam apa Dampit itu, saban hari wajahnya merona, bahkan tiap menit tidak ia sempatkan hatinya nggrundel sedikit pun. Lungsur yang telah menobatkan Dampit sebagai guru besarnya merasa perlu mengetahui rahasia kejeniusan profesornya itu, ia pun memberanikan diri menanyakan.

“Prof, kenapa anda itu selalu terlihat bahagia, bahkan tidak pernah saya lihat wajah anda itu suram seperti para politisi itu. Adakah sebuah algoritma alam yang membuat anda seperti itu?”,
melihat pertanyaan Dampit, sang guru pun terkekeh.

“Sur, lha wong aku ini orangnya mudah terinspirasi, melihat Mario Teguh saja aku terinspirasi, mendengar pidato Obama saja aku terinspirasi.”

“ya wajar saja, mereka kan memang orang-orang besar yang banyak memberikan inspirasi. Ndak ada yang istimewa prof, biasa saja”, sahut Lungsur begitu saja.

“kamu itu tidak dengar to tadi?, aku bilang ‘Mario Teguh saja’, ‘Obama saja’. Itu artinya aku itu memang mulai mudah terinspirasi dari hal-hal biasa”

“karena aku juga mudah terinspirasi pada tempe penyet, jus jeruk, tembok sekolah, piring pecah, trotoar jalan, tukang sapu, semut kelindes, penjual mi ayam, bulu ayam, pedagang putu, nasi mambu, mambusampah, sampai kotoran Anjing yang tidak pernah kulihat”

“nah, yang barusan itu kusebutkan berdasarkan levelnya yang semakin meningkat”, prof Dampit mulainyerocos seperti mau pidato kenegaraan.

“lho prof, semua itu kan hal-hal biasa yang sering kita temui. Masa sama begitu saja anda terinspirasi.”

“kalau semua hal kamu anggap biasa, pantas saja pikiranmu mempersilahkan usiamu lewat duluan”

“proses penginspirasian itu berkaitan dengan sinambungnya hati dan pikiran, hati yang mewakili kinerja olah batiniah mengcapture fenomena, lalu diloading ke pikiran yang berfungsi sebagai pembuat mekanisme dan sistematika ide, dan ingat semua itu selalu dikontrol dan diawasi oleh Sang Maha Supervise. Jadi, terinspirasi itu berkaitan dengan setting olah batin dan olah pikiran, tidak peduli fenomenanya apa. Kalau hati dan pikiranmu pas dan di dalam dirimu kamu posisikan Supervisor yang pas, maka siap-siap saja menjadi miliuner inspirasi.”


Dampit hanya terdiam, entah karena bathinnya belum mengcapture atau loadingnya yang lama. Atau jangan-jangan karena ketidakmampuan keduanya itu, sekarang ia berada pada posisi ngehenk