Saturday, March 21, 2015

Jalan Sesat


Siapa yang tau bagaimana rasanya hanya bisa diam-diam mengagumimu, lalu bahkan dalam mimpi pun aku hanya bisa memandangi bayanganmu diantara kerumunan para pengagummu. Itu pun hanya sepertujuh satuan detik mimpi – andai saja konversinya adalah ribuan lipat detik realitas.

Betul, tak ada yang tau. Rasa bukanlah benda yang bisa disketsa, lalu dilihat atau diraba bersama-sama untuk tau bentuknya. Siapa yang tau sakitnya disayat sembilu selain kamu - yang setelah ini mencari sembilu lalu menyayatkannya pada jari-jarimu. Siapa yang tau bahagianya bertemu lambaian tangan Ashanti selain kamu - yang ternyata pada KTPmu tertulis nama Anang. Katanya, sakitnya sampai membuatku merintih dan menjerit, bahagianya sampai membuatku tak enak makan. Ya, itu hanya akibat-akibat yang timbul dari perasaanmu.   

Bagaimana aku tak kagum padamu.
Ketika ada yang datang padamu meminta jabat tangan, mereka dapati orang yang memberi mereka senyum manis dan sapaan ramah. Ketika ada yang datang mengeluh lapar, mereka dapati orang yang menyuapi. Ketika ada yang datang meminta nasihat , mereka dapati orang yang menemani.

Betul, aku memang kagum padamu.

Di dalam sosokmulah ternyata kerinduanku menemukan biangnya, kimia cinta menemukan teorinya, dan perjumpaan kita menemukan jalan sesatnya.

Ah sudahlah, mungkin karena aku saja yang malu bertanya.