Thursday, March 19, 2020

Lembar Penghayatan


*-)Tulisan ini saya lampirkan bersama ratusan lembar bundel naskah skripsi, sebagai lembar penghayatan di lembar awal. Terkadang saya merasa, isi skripsi saya sebenarnya adalah selembar tulisan ini, sedang lembar-lembar yang lain hanya lampiran-lampiran. Tulisan ini barangkali memang kurang berisi, tetapi paling tidak, dari ini akan muncul satu kesadaran baru, bahwa sesungguhnya saya tidak bisa apa-apa, kita tak berhak untuk bisa apa-apa.  

--------------------------------------------------------------------------------------------------   

Mendadak dalam satu tidur lelap, ada yang membukakan pintu mimpiku.

“Selamat datang”, katanya.

Rupanya tak asing, tapi juga tak ingat betul. Dipersilakannya aku masuk, ternyata sudah hadir begitu banyak ke’tak-asing’an yang lain. Aku duduk di tengah mereka, seolah terdakwa persidangan.

“Muhamad Khoirur Roziqin”, salah seorang mereka memanggil.

“ya, betul”.

“Kamu sudah mengenal kami, meskipun tak cukup baik. Kami hanya ingin mengingatkan, perkenalanmu dengan kami seperti halnya kehidupan, ‘mung mampir ngombe’, hanya persinggahan. Karena perkenalanmu yang sesungguhnya adalah menuju Sang Pemilik Kami. Kesadaran tentang itu harus kami beritahukan supaya kamu tidak salah kenal, tidak salah tuju. Bahwa kami adalah semu seperti halnya dirimu. Kita adalah kesemuan yang lahir dari keniscayaanNya”.

Meskipun lamat, rupa-rupa mereka semakin jelas.

“Dari mana aku memulai?”

“Dari balik halaman-halaman kertasmu”, katanya.

“Putih, kosong. Hanya samar-samar bayangan tulisan yang terlihat”, jawabku.

“Itulah hakikat yang kamu kerjakan selama ini”.

“Belajar adalah proses menyadari kesemuanmu. Tujuan belajar adalah memahami ketiadaanmu. Daya yang menggerakkanmu, pikiran yang kamu elukan, indra-indra yang kamu gunakan hanyalah ‘nyambut’, meminjam dari Yang Punya daya, Yang Memiliki dirimu. La khaula wa la quwwata illa bi Llah”.

Sekarang menjadi jelas. Mereka adalah reaktor yang aku rancang asal-asalan, pompa-pompa yang aku hitung serampangan, vessel-vessel yang aku bentuk tak karuan. Mereka yang terkandung di dalamnya formula-formula kinetika yang mulia, notasi-notasi Bernaulli yang melegenda. Maafkan aku eyang Joule atas Thermo satunya, eyang Clasius atas Thermo duanya, aku sungguh tak mampu menempatkan masterpiece kalian itu dengan baik dan beradab, maaf.

Aku terbangun, mendapati diriku seperti orang linglung, yang tadinya jelas menjadi samar, lalu mungkin beberapa jam kedepan akan hilang, tiada. Pesan-pesan perancanganku tadi, sepertinya akan hilang menyusul pulihnya kesadaranku.

“Manusia bebal”, bathin mereka.    


-*) Yogyakarta, Agustus Waktu itu, di Tahun ke7 akhir studi

No comments: