Wednesday, January 12, 2011

Renungan Pasca Merapi

Banyak cerita yang bersemayam di telingaku pasca bencana merapi.
bukan cerita seram, ataupun menggelikan...aku pikir ini hal yang mengenaskan. Material merapi yang telah berhasil di muntahkan lewat proses erupsi, telah menyisakan banyak kisah. Pun dengan apapun yang menjadi korban terjangan bekas material panas itu.
Beberapa hari yang lalu aku pergi ke kali gendol, sebuah kali yang menjadi salah satu sirkuit material panas dalam menyusuri kaki merapi. Sangat mengesankan, batu berdiameter sekitar 2 meter berhasil menjadi pemandangan unik bagi siapapun yang melihatnya. Bukan karena bentuknya, tapi karena ia berada ditengah-tengah jalan yang biasa orang berlalu lalang. Awalnya aku berpikir, jalan disekitar batu itu telah berhasil dibersihkan dengan alat berat "bego", tetapi kenapa batu itu tidak juga disingkirkan?. Aku hanya mengernyitkan dahi dan membenamkan begitu saja pertanyaan itu, karena kupikir perntanyaan tadi cuman melintas begitu saja.
Hingga beberapa waktu kemarin aku mendengar informasi, entah berhubungan atau tidak. Informasi yang aku dengar dari ibu-ibu setengah baya yang selintas berpenampilan jogja. Bahwa banyak orang yang tidak berani memindahkan batu-batu yang berserakan akibat muntahan merapi saat itu, karena menurut penduduk sekitar batu-batu tersebut telah dihuni para makhluk halus. Sebuah informasi yang hanya aku tanggapi dengan senyuman.
Tadi siang juga aku mendengar banyak cerita dari si Mbah. Bahwa ada seseorang yang mengambil kelapa yang ada disekitaran daerah bencana, sampai di rumah katanya berubah jadi kepala manusia dan minta segera dikembalikan, entah dengan terpaksa atau tidak si orang tadi mengembalikannya saat itu juga (menurut informasi saat itu sekitar pukul 1 pagi). Ada juga seorang bapak-bapak yang mengambil kayu, dan saat malam tiba kayu-kayu tersebut berubah menjadi tulang-belulang. Seseorang dari semarang yang dengan sengaja mengambil pasir merapi (mungkin akan dijadikan kenang-kenangan ataupun oleh-oleh), harus merinding saat sampai di semarang menjelang malam, karena harus mendengar suara tangisan yang meminta agar pasir dikembalikan.
Merapi memang tak pernah sepi dengan kisah-kisahnya. Sebenarnya banyak hal yang harus kita benahi disana, selain infrastruktur. Cara pandang seseorang terhadap merapi membuat merapi menjadi seolah seorang Iblis ataupun mungkin bahkan sebuah sesembahan. Merapi tidak sepatutnya disikapi seperti itu. Dia hanyalah bagian kecil dari keeksotisan ciptaan Tuhan. Sepatutnya kita harus sesering mungkin mencumbunya, lewat pemikiran ataupun penghayatan, bukan mengagungkan ataupun mendewakan. Dia adalah salah satu bahan yang telah disiapkan untuk mengisi pemikiran-pemikiran manusia sepertiku yang cenderung melompong.
Hanya buah dari pemikiran-pemikiran itulah iblis-iblis dan sesembahan-sesembahan itu akan lenyap dari ranah merapi.

No comments: