Sunday, October 13, 2013

Manis Kemanusiaan






Lungsur yang tiap hari bekerja sebagai pengangguran memang kerap kali terlihat sibuk. Siang ini dia dapat kiriman Es dawet dari Bu Sumarno yang telah dibantunya memperbaiki genteng rumahnya yang bocor. Dampit yang sedari tadi memang sudah di gardu. Akhirnya dapat ikut kebagian juga.

“Silakan mas Lungsur, mas Dampit. Ini ada es dawet buatan saya sendiri” Ujar Bu Sumarno dengan bibir bergincu merah khasnya.

“Terima kasih, Bu” sahut mereka berdua
Mereka tampak menikmati dawet Bu Sumarno, hingga tak ada suara yang keluar sampai Dampit berucap

“Sur, apa rasa gula?”

“Manis”

“Manis itu apa?”

“Ya, manis, ya seperti rasa gula, seperti juga dawet ini”

“Lho, kamu jelaskannya jangan pakai seperti-seperti. Jelaskan saja secara objektif dan deskriptif. Kalau seperti rasa gula, itu kan rasa ‘kemanusiaan’, belum tentu rasanya sama seperti yang dirasakan semut, atau lebah, atau bahkan lidah buaya ini. Meskipun yang dicicip sama-sama gula”

Tak banyak yang bisa menjelaskan dengan lebih detail apa itu manis, selain dikaitkan dengan gula.

Kamus Oxford mengatakan, manis (sweet) sebagai tasting like sugar. Kamus bahasa indonesia mengatakannya sebagai rasanya seperti rasa gula. Bahkan buku kimia pun hanya menjelaskan mekanisme saja.

Semua orang paham tentang manis, dan disepakati rasa manis itu ya seperti itu, yang muncul seperti kita makan gula. Begitu membingungkan memang ketika sebuah kemengertian yang dipahami bersama, diketahui banyak orang, justru malah tidak mampu dijelaskan secara objektif.

“Sekarang coba kamu baui bunga mawar itu” suruh Dampit pada Lungsur yang segera bergegas ke samping gardu yang memang ditanami mawar

“Bagaimana baunya” tanya Dampit

“Ya, wangi lah Prof” jawab Lungsur

“Ya memang wangi, apa wangi mawar sama dengan melati?”

“Beda”

“Oke, sekarang coba jelaskan yang bau mawar”

“ya, seperti itu”

“hehe”

“Begitulah sur, ketika orang ditanya tentang wangi mawar. Penjelasan paling panjang bisa jadi hanyalah sederet kata-kata puitis yang entah apa maksudnya.”

“Maka, bisa jadi inilah kenapa Tuhan menciptakan indera. Ada banyak hal yang jangan dipaksakan untuk dijelaskan, ada banyak hal yang sebaiknya persilakan saja kepada indera untuk menjelaskan”.  
“Prof, Esnya dingin ya”
----------

Ladang Arofah, 14 Oktober 2013

No comments: