Monday, February 26, 2018

SYAITONIAN (Seri Phlogiston 2)

SYAITONIAN



Memahami syaiton, maksudnya phlogiston. Memang sesulit memahami syaiton sebetulnya. Juga sama sulitnya seperti memahami diri kita sendiri. Harus ada sejarah yg mesti kita cari, intrik yg kita kenali, anti-anti yg memang seharusnya kita maklumi. 

Hingga sekarang bahkan (setidaknya seabad terakhir), nyatanya masih banyak scientist yg menyatakan respeknya terhadap phlogiston, masih ada yg merasa anti terhadap revolusi Lavoisier, yg meruntuhkan hegemoni teori phlogiston itu. Atau setidaknya, merasa ada sisi-sisi phlogiston yg memang benar adanya.

Bahkan, Howard Margolis dengan keras menyatakan sinismenya terhadap Lavoiser sebagai yg sebegitunya berusaha menjatuhkan ide tentang phlogiston.
Ada beberapa simpulan dari runtuh-totalnya teori phlogiston, salah satunya adalah bahwa teori phlogiston dianggap sebagai sebuah teori yg complex, rumit, karena adanya unobservable substance, phlogiston, adanya materi yg tak bisa dipahami gerik lakunya. Perseteruan ini melahirkan kubu, anti phlogiston dan anti lavoisierian (bahkan ada yg menyebut sebagai anti-anti-phlogistians), diantaranya James Hutton, James Watt- mewakili ilmuwan inggris, Andre De Luc, Claude Delametheire, Baptiste Lamarck-mewakili prancis, Adair Crawford, Freidrich Westrumb-mewakili jerman dan masih banyak lagi.

Dintara dua kubu ekstrimis itu, sebetulnya juga muncul kubu-kubu moderate. Salah satunya, Thomas Thomson, ia sebetulnya dengan tegas menjelaskan "upon the whole, it cannot be denied that Lavoisier's theory does not afford a sufficient explanation of combustion", tapi dengan bijak dia menyarankan agar kimia maju berdasarkan konsep Lavoisier.
Begitu juga Andrew Pyle, dia menyebutkan sebetulnya Lavoisier juga punya unobservable substance, Caloric. Alih-alih tendensius, dia justru mencoba mengidentifikasi karakteristik dua teori itu.

Bahkan, dalam sains sebetulnya tak ada kebenaran mutlak, tak boleh sungguh-sungguh menyakini sesuatu. Bahwa di dalam teori yg salah pasti mengandung satu dua building stuff yg benar. Bahwa dalam teori yg benar harus mengandung satu hal yg tak bisa dibuktikan benar, seperti halnya yg dinyatakan Kurt Godel dalam teori Ketidak-lengkapannya. Saya, jadi teringat Einstein, yg begitu keras melawan penganut mekanika newtonian, tapi juga begitu keras ketika dilawan anak-anak muda pembela mekanika kuantum. Ia menuntut lunak pada yg ia tuntut, lalu menjadi keras ketika dituntut. Terdengar tak fair memang, meskipun di akhir-akhir hidupnya ia coba berdamai.

Bahwa, dalam hidup, hal apapun itu, kita harus mampu memoderasi diri, tak menutup hati, supaya memberikan peluang bagi masuknya kebenaran-kebenaran baru kepada kita. Tak boleh betul-betul yakin, pasrahkan semua keyakinanmu padaNya, supaya Dia bantu mencukupkan kebenaranmu

No comments: