Monday, April 8, 2019

Berdiam Hati



Satu waktu, saya duduk berdiam hati. Memaknai, menyadarkan diri pada perlaluan udara pagi.

Isi...tahan...hembus.

Lalu saya mencoba masuk getaran nadi. Merasa frekuensi-frekuensi yg malang melintang.

Ada yang hidup disana, melambai memanggilku. Ya, kembang itu. Satu kelopaknya bergoyang, empat lainnya diam.

"Aku padamu" bilangku.

"Tenang bung", suruhnya.
"Aku mengamati gerik pikiranmu belakangan ini. Sedang cari apa bung?"

"Kemuliaan", sahutku
"Dengan apa aku bisa dapatkan?"

Gurat merahnya mengembang, sesekali bahkan tampak meliuk.

"Dengan apa?"
"Harta, keterkenalan, kuasa, perempuan, kedermawanan, atau..."

Lima kelopaknya bergoyang serempak

"Ya, bisa", katanya
"Kalau itu diatas panggung manusia. Di panggung kami, kamu harus tanggalkan semuanya".

"Kalau panggung tertinggi?", tanyaku kosong.

"Bahkan, jangan berani-berani membesitkannya sekalipun".

Dua hari kemudian, ia kuyu, layu



*Dec, 2015

No comments: